Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Seleksi Hakim MK Dinilai Belum Berakar pada Integritas

Kompas.com - 26/01/2017, 20:33 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berita penangkapan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (26/1/2017) memunculkan sejumlah kritik terhadap sistem seleksi hakim MK yang dinilai belum berakar pada faktor integritas.

Koordinator Koalisi Pemantau Peradilan Erwin Natosmal Oemar mengatakan, peristiwa penangkapan hakim MK untuk kali kedua tersebut membuktikan buruknya sistem seleksi calon hakim, sehingga faktor integritas belum menjadi perhatian utama.

Menurut Erwin, seringkali pemilihan hakim konstitusi tidak melewati proses seleksi yang sudah ditetapkan dan cenderung bernuansa politis.

Di sisi lain fungsi pengawasan oleh Dewan Etik MK juga tidak berjalan dengan baik.

"Ini membuktikan bahwa sistem seleksi yang buruk linear dengan hasil yang buruk. Sudah ada hakim konstitusi yang ditangkap KPK karena tidak melewati proses seleksi yang seharusnya," ujar Erwin melalui pesan singkat, Kamis (26/1/2017).

(Baca juga: MK Minta Maaf soal Kabar Penangkapan Kasus Suap Hakim Konstitusi)

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI) Benny Sabdo.

Sebagai pengawal dan penafsir tunggal konstitusi, dia berpendapat bahwa hakim MK seharusnya memiliki integritas, rasa keadilan dan kepribadian yang tidak tercela.

Benny menuturkan, pasca-reformasi, kalangan masyarakat sipil berharap MK menjadi sebuah lembaga yang bisa diandalkan dalam hal penegakan hukum. Namun, harapan tersebut sirna setelah salah satu hakim terjaring operasi tangkap tangan KPK.

"MK sebagai lembaga negara produk Orde Reformasi seharusnya lebih progresif. Kasus tersebut merontokkan citra MK dan merupakan skandal besar dalam sejarah hukum di Indonesia. Perlu keberanian relovusioner untuk mengembalikan nilai hukum dan keadilan," ucap Benny saat dihubungi, Kamis (26/1/2017).

(Baca juga: MK Akan Bentuk Majelis Kehormatan Sikapi Penangkapan Hakim)

Secara terpisah Direktur Penelitian Setara Institute Ismail Hasani menegaskan bahwa DPR dan pemerintah perlu mengkaji dan mengatur lebih detail mengenai penguatan kelembagaan MK.

Ismail melihat saat ini perlu ada pembenahan terkait pengisian jabatan Hakim MK, pengawasan dan standar calon hakim. Selain itu, kata Ismail, regulasi perihal manajemen peradilan MK yang kontributif pada pencegahan praktik korupsi juga perlu disusun.

"Hal tersebut sejalan dengan agenda revisi UU MK. Sebagai lembaga pengawal konstitusi yang berada di garis tepi menjaga kualitas produk UU dan mengadili sengketa antar lembaga negara, prahara suap ini menuntut penyikapan serius dari berbagai pihak," kata Ismail.

Kompas TV Dewan Mahkamah Konstitusi Bebas Tugaskan Patrialis Akbar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com