JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai, masih ada sejumlah penyelenggara pemilu di daerah yang belum memberikan informasi dengan baik terkait penyelenggaraan pilkada serentak.
Hal itu diketahui Kontras dari kajian yang dilakukan di 15 wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam kurun waktu 20 hari terakhir. Kajian itu melibatkan mitra lokal Kontras, kelompok pendamping, serta media.
"Perlu ada perluasan informasi hal-hal apa saja yang akan dikembangkan, diperbaiki dan ditingkatkan dari pengelolaan sebuah daerah oleh para kandidat pasangan," kata Puri di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (23/1/2017).
"Informasi ini penting untuk mengetahui bagaimana cara dan strategis kandidat pasangan untuk bisa memenuhi hak-hak dasar dan kolektif warga," ucapnya.
Adapun 15 wilayah itu meliputi Aceh, Banten, Gorontalo, Jepara, Pati, Payakumbuh, Jayapura, Pekanbaru, Buleleng, Buol, Kolaka Utara, Banggai Kepulauan, Bombana, Takalar dan Mesuji.
Untuk di Pati misalnya, menurut Putri, tidak banyak informasi yang dapat diikuti masyarakat seputar pelaksanaan kontestasi daerah itu. Informasi yang cenderung menguat justru terkait monopoli politik yang terjadi di daerah tersebut.
"Minimnya informasi dan sosialisasi juga menguat terjadi di Jayapura. Meski harapan warga cukup tinggi untuk mendapatkan keberlanjutan infrastruktur, tapi akibat KPU yang kurang gesit memberikan sosialisasi proses pilkada, suksesi politik ini tidak banyak tersosialisasikan," kata Putri.
Persoalan lain yakni terkait pengerahan TNI/Polri di Kabupaten Buol untuk untuk menyebarkan informasi.
Menurut dia, kerja sama antara penyelenggara pemilu dengan kedua institusi itu akan menimbulkan persoalan baru bila tidak dilakukan secara transparan.
Ia menambahkan, salah satu cara terbaik untuk mengenalkan visi-misi kandidat pasangan kepala daerah yaitu melalui debat terbuka.
Namun, ia menilai, pelaksanaan debat belum merata dan cenderung hanya terjadi di kota-kota besar.