JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Golkar siap memproses jika mantan Ketua DPR, Ade Komarudin, ingin mengajukan proses rehabilitasi nama baik.
Hal tersebut akan dilakukan Ade menyusul putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menyatakan dirinya mendapatkan akumulasi sanksi ringan dari dua laporan.
"Yang memutuskan (bisa rehabilitasi atau tidak) MKD. Fraksi enggak bisa. Kami hanya membantu proses," ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Aziz menjelaskan, untuk pengajuan rehabilitasi nama, Ade Komarudin harus mengajukan ke fraksi.
(Baca: Akom Yakini Kebenaran Terkait Vonis MKD Akan Terungkap)
Fraksi kemudian dapat membuat surat permohonan rehabilitasi untuk dikirim ke MKD. Kemudian, MKD-lah yang berwenang memutuskan. Meski begitu, Aziz mengatakan hingga kini belum ada permohonan dari Ade.
"Harus ada pengajuan dari Pak Akom (sapaan akrab Ade Komarudin). Tentu fraksi akan meneliti putusan MKD seperti apa. Nanti tentu kami akan lihat untuk diteruskan kepada pihak yang berkaitan, dalam hal ini MKD," ujar anggota Komisi III DPR Itu.
Putusan MKD menyatakan, Ade melanggar kode etik karena melibatkan Komisi XI DPR menjadi mitra kerja beberapa badan usaha milik negara (BUMN) yang sebelumnya merupakan mitra kerja Komisi VI.
(Baca: Kena Dua Sanksi, Ade Komarudin Diberhentikan sebagai Ketua DPR oleh MKD)
Ia juga dinyatakan melanggar kode etik karena memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan.
Kedua pelanggaran etik itu membuat Ade menerima dua sanksi ringan yang diakumulasi menjadi satu sanksi sedang.
Hal itu berujung pada pemberhentian Ade dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Hal serupa dilakukan Fraksi Partai Golkar pada pertengahan September lalu terhadap Setya Novanto. Namun, pengajuan rehabilitasi saat itu justru tak diketahui Novanto.
Surat tersebut murni inisiatif para anggota Fraksi Partai Golkar di DPR yang peduli kepada ketua umum partai berlambang beringin itu.
(Baca: Surat Rehabilitasi Nama Baik Setya Novanto Akan Dibacakan pada Sidang Paripurna DPR)
"(Setya Novanto) kaget. Saya cek sana sini sumbernya. Ternyata dari teman-teman fraksi," kata Nurul saat dikonfirmasi, Kamis (15/9/2016).
Permintaan tersebut menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima sebagian uji materi atas ajuan Novanto terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
MK juga mengabulkan seluruh gugatan uji materi terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang diajukan Novanto. Fraksi Golkar menilai, tuduhan pemufakatan jahat dalam kasus "papa minta saham" menjadi tak terbukti.