BANTEN, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI Ade Komaruddin enggan berkomentar mengenai prosedur penjatuhan vonis Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap dirinya.
Ade mengatakan, publik bisa menilai apakah sanksi MKD dan penggantian dirinya sebagai Ketua DPR sudah sesuai aturan prosedur atau tidak.
"Soal MKD, saya serahkan itu kepada publik, publik bisa menilai soal itu dan saya tidak mau terjebak pada subjektivitas secara Pribadi. Saya serahkan kepada publik," ujar Ade saat ditemui di bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (4/12/2016).
Meski demikian, Ade mengatakan akan mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya untuk membersihkan nama baiknya sebagai anggota DPR, sekaligus meluruskan beberapa hal yang menurut Ade tidak benar. Ade meyakini cepat atau lambat, kebenaran terkait vonis MKD akan terungkap.
"Saya meyakini yang namanya kebenaran hanya soal waktu dan kebenaran itu bukan dalam arti hukum positif. Kalau hukum positif, setelah anda mencatut, tidak ketahuan, hati tetap mengaku kok bahwa kita melakukan sebuah kesalahan, walaupun secara hukum positif tidak diketahui. Tapi hati tetap takut," ucap Ade.
Selain itu, pria yang akrab disapa Akom ini juga meminta agar langkah yang akan dia ambil itu tidak dikaitkan dengan pencopotan dirinya dari Ketua DPR RI.
"Jadi saya tegaskan jangan dikait-kaitkan dengan soal pergantian ketua DPR, tapi soal mencari kebenaran. Ada.sesuatu yang perlu diluruskan," tegasnya.
Mahkamah Kehormatan DPR memberhentikan Ade Komarudin dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Keputusan itu merupakan sanksi ringan dari pelanggaran etik yang dilakukannya.
Ade divonis bersalah saat memindahkan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat penyertaan modal negara (PMN) menjadi mitra kerja Komisi XI.
Sebelumnya, sejumlah BUMN yang memperoleh PMN tersebut merupakan mitra kerja Komisi VI. Kedua, Ade divonis melakukan pelanggaran ringan dalam tuduhan memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan.
Karena melakukan dua pelanggaran ringan, maka hal itu dihitung secara akumulatif sebagai dua pelanggaran sedang. Hal ini berarti bahwa Ade sebagai pimpinan alat kelengkapan Dewan harus diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR yang merupakan pimpinan alat kelengkapan Dewan.
"Berdasarkan pasal 21 Kode Etik DPR, Saudara Ade Komarudin diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena terbukti melakukan satu pelanggaran sedang sebagai akumulasi dari dua pelanggaran ringan," ujar Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad saat membacakan amar putusan, di Ruang MKD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.