Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Ahli Praperadilan Irman Gusman, Mantan Hakim MK Jelaskan soal OTT dan Penangkapan

Kompas.com - 27/10/2016, 19:07 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Laica Marzuki, dihadirkan sebagai ahli dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua DPD, Irman Gusman, dalam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Di hadapan hakim tunggal I Wayan Karya, ahli yang diajukan oleh pihak Irman itu menjelaskan perbedaan antara operasi tangkap tangan (OTT) dan penangkapan.

Menurut dia, OTT tidak bisa didahului dengan serangkaian kegiatan penelitian. Jika didahului penelitian, sedianya disebut penangkapan.

"Tidak termasuk tertangkap tangan apabila didahului dengan serangkaian upaya penelitian. Itu bukan OTT," kata Laica dalam persidangan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Rabu (27/10/2016).

Laica mengatakan, penyelidik tidak punya kewenangan menangkap tanpa seizin penyidik.

Jadi, penyelidik harus membawa surat tugas dan surat perintah penangkapan jika akan menangkap seseorang.

Jika penyelidik menangkap tanpa surat, lanjut dia, itu merupakan tindakan sewenang-wenang. (Baca: KPK Nilai Istri Irman Tak Punya Kapasitas sebagai Saksi Praperadilan)

"Ketika ditangkap, harus diperlihatkan surat tugas dan surat penangkapan. Itu harus ada, kalau enggak, itu terjadi perampasan kemerdekaan," kata pengajar di Universitas Hasanudin, Makassar, tersebut.

Selain itu, lanjut Laica, penetapan tersangka tidak boleh dilakukan di tahap penyelidikan. Penetapan tersangka semestinya ada di tahap penyidikan, yakni setelah ditemukan dua alat bukti yang cukup.

Tanpa dua alat bukti yang cukup, kata dia, maka penyidik tidak dapat melakukan langkah apa pun, termasuk penangkapan. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

KPK sebelumnya menangkap Irman bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istri Xaveriandy, Memi, serta adik Xaveriandy, Willy Sutanto.

Penyidik KPK juga mengamankan uang tunai Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih.

Uang tersebut diduga digunakan Xaveriandy untuk menyuap Irman terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.

Berdasarkan gelar perkara yang dilakukan pimpinan KPK dan penyidik, Irman, Xaveriandy, dan Memi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap ini.

(Baca: Penyelidik Tangkap Irman Gusman, KPK Dituding Lakukan Kesalahan Prosedur)

Awalnya, KPK menangani perkara lain milik Xaveriandy, yaitu penangkapan 30 ton gula pasir tanpa label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri Padang.

Dalam perkara tersebut, KPK juga menetapkan Xaveriandy sebagai tersangka karena memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com