JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Maqdir Ismail mengatakan, objek penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak berdasar.
Nur Alam dijadikan tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP) pada 2009-2014 di Sultra kepada PT Anugrah Harisma Barakah. Padahal, kata Maqdir, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyatakan bahwa penerbitan IUP sudah sesuai kewenangan dan prosedur.
"Keputusan selaku gubernur berdasarkan surat tertanggal 31 Desember 2008 itu sudah ada keputusan TUN yang sah dan sudah diuji keabsahannya dan inkracht," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).
Saat itu, surat pemberian izin itu digugat oleh PT Prima Nusa Sentosa. Perusahaan itu menganggap Nur Alam tak berwenang mengeluarkan izin pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah karena tidak termasuk cakupan wilayahnya.
(Baca: KPK Siap Ungkap Kebohongan Nur Alam soal 4 Kali Absen Panggilan Penyelidik)
Tak terima dengan putusan PTUN, PT Prima Nusa Sentosa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, putusan kasasi MA tertanggal 14 Maret 2014 justru menguatkan putusan sebelumnya.
"Objek sengketa (surat IUP) diterbitkan secara sah, masih ranah tanggung jawab jabatan. Bukan maladministrasi yang berujung pidana," kata Maqdir.
Dengan demikian, Maqdir menganggap KPK tak bisa menjadikan penerbitan surat izin tambang tersebut menjadi objek perkara korupsi.
(Baca: Tak Pernah Penuhi Panggilan KPK, Nur Alam Mengaku Diancam Penyelidik)
Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalagunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.