JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum menyebut, terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman termasuk salah satu yang masuk daftar eksekusi mati tahap ketiga.
Upaya hukum peninjauan kembali yang dilakukan Freddy sudah ditolak oleh Mahkamah Agung sehingga perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.
"Freddy Budiman salah satu yang kami persiapkan," ujar Rum di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Meski begitu, Rum tidak dapat memastikan berapa orang terpidana mati yang akan dieksekusi nantinya, termasuk warga negara mana saja. Saat ini, Kejagung masih melakukan sejumlah persiapan, mulai dari administrasi, hingga koordinasi dengan polisi dan petugas kesehatan serta pihak keluarga terpidana mati.
(Baca: Amnesty International: Kepemimpinan Jokowi Direndahkan dengan Hukuman Mati)
"Waktunya sudah semakin dekat jadi persiapan sudah akhir-akhir. Namun, waktu pastinya belum kami tetapkan," kata Rum.
Rum mengatakan, saat ini, Kejagung telah mempersiapkan anggaran untuk 16 orang. Namun, jumlah pasti yang akan dieksekusi belum ditentukan.
Ia menambahkan, kejaksaan masih melakukan verifikasi terhadap sekitar 40 terpidana mati yang ada untuk dilihat mana yang sudah terpenuhi hak hukumnya.
"Yang akan dieksekusi yang sudah selesai pelaksanaan hak-hak hukumnya," kata Rum.
(Baca: Terpidana Hukuman Mati Mulai Tempati Sel Isolasi di Nusakambangan)
Freddy divonis dengan hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2012 karena "mengimpor" 1,4 juta butir ekstasi dari China. Freddy diduga masih mengatur peredaran narkotika dari balik jeruji.
Berdasarkan informasi yang diterima, Freddy telah dipindahkan ke ruang isolasi di Nusakambangan. Dihubungi terpisah, pengacara Freddy, Untung Sunaryo, mengaku mengetahui soal pemindahan tersebut.
(Baca: PK Ditolak, Freddy Budiman Tetap Dihukum Mati)
"Sudah dengar (informasi), tetapi saya kan belum lihat langsung. Ini masih di jalan ke Nusakambangan," kata Untung.
Untung mengatakan, kedatangannya untuk memberikan salinan putusan Mahkamah Agung soal penolakan PK. Namun, ia tidak secara gamblang menyebut bahwa kedatangannya untuk persiapan eksekusi mati.