Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Tolong Jangan Bawa Cerita dari Jakarta saat Anda Mudik

Kompas.com - 04/07/2016, 07:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Apa yang Anda bawa saat mudik ke kampung halaman? Banyak pastinya. Itu terlihat dari barang bawaan Anda.

Apa pun moda transportasi yang mengantar Anda ke asal muasal atau tempat di mana Anda berakar, bawaan menjadi pemandangan khas di sana.

Namun, dari sekian banyak bawaan saat mudik, satu yang pasti dibawa setiap pemudik ke kampung halaman mereka. Satu yang pasti itu adalah cerita.

Memang, yang dibawa para pemudik ke kampung halaman tidak selalu cerita tentang keberhasilan gilang gemilang di perantauan. Cerita kegagalan bisa jadi bawaan yang hendak ditumpahkan di kampung halaman.

Seperti saya alami, kampung halaman itu seperti samudera. Ia menerima dengan tangan terbuka. Tidak membeda-bedakan antara yang berhasil dan gagal. Semua diterima dalam dekapan hangat tangannya. Seperti samudera, kampung halaman juga penyedia energi tak terduga.

Karena membayangkan kampung halaman seperti samudera lapang dan terbuka tangannya, mudik lantas terasa menyenangkan apa pun bawaan kita. Sekadar macet di jalan tidak sebanding dengan perasaan senang di kampung halaman.

Tidak heran, kemacetan berjam-jam yang mewarnai perjalanan darat ke kampung halaman diceritakan dengan wajah ceria. Bahkan, kerap bangga dengan membanding-bandingkan.

Cerita lamanya jam siksaan di jalan menuju kampung halaman bernama kemacetan seseorang dibandingkan dengan cerita kemacetan seorang lain yang lebih tersiksa. Semua itu diceritakan dengan wajah ceria. Kegembiraan yang diarayakan di kampung halaman mengalahkan segala macam siksaan. 

Lagi pula, cerita tentang kemacetan di jalan yang baru saja dialami para pemudik lebih terasa membanggakan dibanding cerita-cerita sebelumnya di perantauan.

Cerita dari Jakarta

Kita ambil contoh cerita-cerita di Jakarta yang menjadi titik berangkat sebagian besar pemudik ke kampung halaman mereka. Sebagai ibukota negara dan pusat ekonomi Indonesia, Jakarta adalah kota yang kesepian di hari raya. 

Kesepian itu menjadi nestapa mengingat mereka yang pasti tidak akan meninggalkan Jakarta adalah mereka yang sepekan sebelum hari raya dinyatakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. 

Kamis (30/6/2016), KPK menangkap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Santoso karena suap. Santoso ditangkap sekitar pukul 18.30 di kawasan Matraman, Jakarta Pusat, sesaat setelah menerima 28.000 dollar Singapura (sekitar Rp 272 juta) dalam dua amplop.

Uang dalam dua amplop berisi 25.000 dollar Singapura dan 3.000 dolar Singapura itu diberikan olehh Ahmad Yani, staf penasihat hukum Raoul Adhitya Wiranatakusumah di Kantor Hukum Wiranatakusumah Legal & Consultant.

Abba Gabrillin/KOMPAS.com Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso, reami ditahan KPK, Jumat (1/7/2016).
Saat ditangkap KPK di Matraman, Santoso sedang menumpang ojek. Setelah menangkap Santoso, KPK menangkap Ahmad Yani di Menteng, Jakarta Pusat. Jarak Matraman-Menteng tidak lebih dari lima kilometer.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com