JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan yakin praktik-praktik korupsi di tingkat peradilan yang akhir-akhir ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi juga di penjuru daerah di Indonesia.
"Yang kemarin ditangani KPK, baru di Jakarta loh, belum daerah lain. Pasti sama kan model-modelnya. Kalau Jakarta begitu, daerah lain ya serupa," ujar Zulkifli di Kantor DPP PAN, Jalan Senopati, Jakarta Selatan, Sabtu (2/7/2016).
Zulkifli menyebut, penangkapan para oknum mafia peradilan ibarat fenomena gunung es, yang masuk ke penyidikan hanyalah sedikit dari praktik sebenarnya.
Seluruh unsur di tanah air, lanjut pria yang juga Ketua Umum PAN itu, harus mendorong KPK terus mengungkap praktik-praktik mafia peradilan. KPK harus bekerja lebih ekstra demi terciptanya lembaga peradilan yang betul-betul bersih.
Meski demikian, Zulkifli menganggap bahwa penegakkan hukum saja tidak cukup untuk menciptakan lembaga peradilan yang bersih. Upaya 'bersih-bersih' harus diinisiasi oleh lembaga bersangkutan.
"KPK saja tidak cukup. Harus ada reformasi besar-besaran di peradilan kita. MA harus dan wajib mereformasi internalnya. Tidak ada jalan lain," ujar Zulkifli.
Bahkan, tak jadi soal jika reformasi itu bukan hanya diwujudkan dalam bentuk perubahan aturan internal, melainkan juga 'copot-pasang' pejabat yudikatif.
"Mau tidak mau, harus ada yang diganti. Apa mau persepsi rakyat bahwa hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, berlanjut? Jangan sampai lagi melukai rasa keadilan rakyat," ujar Zulkifli.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap M. Santoso, panitera pengganti di PN Jakarta Pusat. Santoso diduga menerima suap sebesar Rp 273 juta dari salah seorang staf kantor pengacara WK bernama Ahmad Yani.
KPK menduga uang itu terkait sebuah perkara perdata yang tengah diproses di PN Jakarta Pusat.
Beberapa waktu sebelum itu, KPK juga melakukan operasi yang sama. Penyidik KPK menangkap panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno dalam sebuah proses suap. Mereka langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Pengembangan dari perkara itu, penyidik KPK menyasar Sekretaris MA Nurhadi. Saat penggeledahan di kediaman Nurhadi, penyidik menemukan uang dengan total Rp 1,7 miliar. Uang itu diduga hasil suap atas sejumlah perkara. Meski demikian, status Nurhadi hingga saat ini masih sebatas saksi dan baru satu kali oleh penyidik KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.