JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah menyesalkan kasus penyanderaan terhadap ABK WNI kembali terulang. Penyanderaan yang ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir ini semestinya menjadi kasus penyanderaan terakhir.
Pemerintah, kata Fahri, harus menanggapi ini secara serius dan tegas. Selain itu, upaya pembebasan sandera sebaiknya tidak menggunakan cara-cara yang praktis.
"Saya sudah bilang jangan kasus sandera menjadi ritual karena kita menyelesaikannya secara pintas dengan uang dan sebagainya itu seolah-olah bisa selesai dengan sendirinya," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6/2016).
(Baca: Penyandera Empat ABK WNI Minta Tebusan Sekitar Rp 60 M)
Menurut Fahri, negara harus menanggapi masalah penyanderaan dengan cara-cara yang bermartabat. Hubungan kedua negara harus dikedepankan.
Namun, kesanggupan negara Filipina mengatasi teroris yang hidup di dalam negaranya juga perlu dipertanyakan. Pasalnya, penyanderaan warga asing selalu terulang.
"Harus dituntaskan dengan cara kita bernegara. Kalau bilateral Filipina tidak mau membantu, kita selesaikan sendiri dengan cara kita," kata politisi PKS itu.
(Baca: Kelompok Penyandera ABK WNI Diketahui)
"Negara harus menjamin keselamatan warga negaranya sesuai dengan amanat undang-undang dasar. Jadi, karena itu, harus ada kerja sama dengan Filipina dan tanya 'kamu bisa jamin enggak nih, kok kita ini kena terus?'," ujar Fahri.
Seperti diberitakan sebelumnya, tujuh ABK tugboat Charles 001 disandera kelompok bersenjata Filipina ketika melintas di perairan Sulu, Filipina Selatan, Senin (20/6/2016). Proses penyanderaan itu terjadi dua kali oleh dua kelompok berbeda pada hari yang sama.
Tiga orang yang disandera pada peristiwa penculikan pertama ialah Kapten Fery Arifin (nakhoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II).
(Baca: Dua Opsi Ini Bisa Tekan Filipina untuk Selamatkan WNI)
Sementara itu, empat ABK lain yang disandera pada penyanderaan kedua ialah Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (Oilman).
Penyanderaan juga sudah terjadi terhadap 10 WNI sebelumnya. Sebanyak 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan kemudian dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.