JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ade Komarudin mengatakan bahwa upaya patroli bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina tak cukup untuk mencegah terulangnya kembali kasus penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok bersenjata di Filipina.
Pasalnya, patroli tersebut merupakan pengamanan militer di wilayah perairan yang berbatasan dengan ketiga negara tersebut.
"Kalau sudah begini bukan hanya patroli bersama, melainkan sebuah sikap tegas dari beberapa negara yang melindungi daerah ini untuk bersikap tegas agar tidak terulang seperti itu," ujar Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).
(Baca: Pemerintah Sebut Telah Mengetahui Lokasi Penyanderaan Tujuh WNI di Filipina)
Ade pun melihat penyanderaan tersebut tak bermotif politis, tetapi pemerasan. Oleh karena itu, ia berharap agar tidak ada penebusan sejumlah uang kepada pihak penyandera.
"Saya kira bisa jadi dengan bayar ini akan terus berulang (kasusnya)," tutur politisi Partai Golkar itu.
Tujuh WNI yang disandera merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, informasi soal penyanderaan itu diterimanya pada Kamis (23/6/2016).
(Baca: Pemerintah Segera Umumkan Opsi Pembebasan 7 WNI yang Disandera)
Retno menyebutkan, penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan, lanjut dia, terjadi dalam dua waktu berbeda, pada 20 Juni 2016.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, sebenarnya Indonesia sudah menjalin kesepakatan dengan Filipina dan Malaysia untuk latihan militer bersama.
Kesepakatan ini diteken dalam merespons penyanderaan yang dilakukan kelompok bersenjata di wilayah perairan perbatasan ketiga negara. Namun, Ryamizard mengakui, rencana ini belum sempat diimplementasikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.