JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengatakan bahwa meskipun belum ada fakta hukum yang membuktikan Soeharto bersalah, namun hal tersebut tidak menghilangkan dugaan adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semasa Soeharto menjadi Presiden.
Sebagaimana disebutkan dalam TAP MPR XI/1998 Pemerintah pernah mendorong dilakukannya pengadilan bagi Soeharto dan kroninya terkait kasus KKN.
"Sampai sekarang memang belum ada proses hukum, tapi bukan berarti menggugurkan fakta adanya dosa pelanggaran HAM dan KKN pada masa Orde Baru," ujar Yati saat memberikam keterangan pers di kantor Kontras, Selasa (24/5/2016).
Lebih lanjut Yati menjelaskan, pada era Pemerintahan Soeharto pers dibatasi dan dibredel. Selain itu menurut catatan Kontras, Soeharto bertanggung jawab atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi.
Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 140/PK/Pdt/205 juga pernah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar 4,4 triliun kepada Pemerintah RI.
Soeharto, kata Yati, tidak pernah dipidana bukan karena terbukti tidak bersalah, namun dideponir karena kondisi kesehatan yang memburuk.
"Belum pernah dipidana bukan berarti tidak tidak bersalah karena pengadilan waktu itu selalu diundur karena alasan Soeharto sakit," kata Yati.
Sebelumnya, politisi Partai Golkar Roem Kono menilai Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/1998 tidak akan mengganjal pemberian gelar pahlawan terhadap Presiden kedua RI Soeharto.
Meskipun dalam Tap MPR tersebut nama Soeharto disebut sebagai contoh pejabat negara yang berpotensi diselidiki atas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme, namun Roem menilai belum ada fakta hukum yang membuktikan Soeharto bersalah.
"Fakta hukum kan belum ada," kata Roem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
(Baca: Politisi Golkar Nilai Belum Ada Fakta Hukum Soeharto Bersalah)
Roem pun yakin mayoritas masyarakat tidak keberatan Soeharto dijadikan pahlawan nasional. Menurut dia, hanya segelintir elite dan masyarakat yang keberatan dengan rencana Golkar mengusulkan status pahlawan nasional terhadap Soeharto.
Nama Soeharto dalam Tap MPR Nomor XI/1998 itu tercantum pada Pasal 4. Dalam pasal itu ditulis:
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluaga, dan kroninya maupun pihak-swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia."
(Baca: Masinton Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Terganjal Tap MPR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.