Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Operasi Anti-komunisme Bergaya Orde Baru

Kompas.com - 12/05/2016, 19:33 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai bahwa maraknya operasi antikomunisme atau PKI merupakan rekayasa dan tindakan yang berlebihan untuk menciptakan keresahan masyarakat.

Menurut dia, operasi bergaya Orde Baru itu sengaja diciptakan untuk menggagalkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965 setelah penyelenggaraan Simposium Nasional 1965 dan upaya pendataan kuburan massal peristiwa 1965.

"Apa yang terjadi saat ini adalah sebuah operasi bergaya Orde Baru dengan sedikit menggunakan peran teknologi informasi," ujar Haris melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Kamis (12/5/2016).

Haris menjelaskan, operasi bergaya Orde Baru ini jelas terlihat dari beberapa indikasi yang muncul.

(Baca: Gambar Palu Arit, Kuntilanak yang Mencederai Akal Sehat Kita)

Operasi tersebut memiliki pembagian peran. Yang pertama, propaganda menyebarkan broadcast informasi atribut-atribut "PKI" atau "komunis", seperti peredaran berbagai striker PKI di Palembang.

Penyebaran informasi perihal PKI, kata Haris, juga banyak beredar di media sosial yang secara luas digunakan publik Indonesia, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.

"Saya melihat ada beberapa motif, yakni ingin menunjukkan bahwa PKI masih ada, menyulut rasa ketidaksukaan kelompok sosial tertentu kepada kelompok lainnya," kata Haris.

(Baca: LBH Jakarta: Tidak Ada Dasar Hukum Penangkapan Orang Pakai Kaus Palu Arit)

Indikasi kedua, adanya operasi mobilisasi kelompok masyarakat untuk memelihara ketakutan dan perasaan adanya ancaman, sekaligus mendatangi organisasi-organisasi tertentu dengan melontarkan tuduhan komunisme.

Ketiga, Haris melanjutkan, operasi tertutup ini juga menarik para pengambil kebijakan keamanan untuk bertindak restriktif dan represif dengan menekan kelompok-kelompok ekspresi menggunakan hukum secara serampangan.

(Baca: Ini Daftar 41 Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Januari 2015-Mei 2016)

Dia mencontohkan, adanya diskusi yang diselenggarakan oleh Divisi Hukum Polri bertema Kajian Yuridis Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia dengan mengutip peristiwa pembubaran pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang diselenggarakan oleh AJI Yogyakarta.

"Ini kan ada upaya untuk membenarkan tindakan legal bagi pimpinan Polri untuk mengambil tindakan hukum guna melarang ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Padahal, warga negara punya hak untuk mengakses segala macam informasi," pungkasnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Muladi, sebelumnya menyatakan bahwa penertiban segala hal yang berkaitan dengan komunisme harus dibatasi.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com