Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut: Dewan Pengawas Hanya Mengaudit Setelah KPK Lakukan Penyadapan

Kompas.com - 22/02/2016, 17:12 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menilai derasnya penolakan publik terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi muncul karena perbedaan pemahaman.

Ia menjamin revisi itu dilakukan bukan untuk memperlemah kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.

Luhut menyampaikan, penolakan publik muncul karena sempat tersiar kabar jika umur KPK akan dibatasi selama 12 tahun, penindakan hanya untuk kasus korupsi di atas Rp 50 miliar, dan kewenangan penyadapan KPK harus dengan izin pengadilan.

Menurut Luhut, tidak ada substansi tersebut jika revisi UU KPK dilakukan. Luhut menegaskan, pembentukan dewan pengawas KPK juga dilakukan untuk mengaudit aktivitas penyadapan yang dilakuka KPK.

Ia memastikan bahwa KPK tidak perlu meminta izin dewan pengawas saat akan melakukan penyadapan.

"Audit dilakukan setelah KPK melakukan penyadapan, post-audit-lah," kata Luhut, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/2/2016).

Menurut Luhut, keberadaan dewan pengawas diperlukan untuk memperkuat kinerja KPK. Penunjukkan anggota dewan pengawas dilakukan oleh Presiden.

Terkait rencana memberikan kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada KPK, kata Luhut, hal itu juga dilakukan untuk memperkuat penanganan kasus dugaan korupsi.

Kewenangan itu hanya dapat digunakan oleh lima komisioner KPK.

"Jadi kalau dia (tersangka) meninggal, kalau dia paralyze, atau ada alat bukti baru yang ditemukan, dia (komisioner KPK) yang memberikan, bukan presiden atau siapa," ucap Luhut.

Ke depan, pemerintah akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana merevisi UU KPK.

Pemerintah ingin berdialog dengan kelompok masyarakat yang menentang dilakukannya revisi terhadap UU tersebut.

Revisi Undang-Undang KPK menuai penolakan dari publik karena dianggap akan melemahkan pemberantasan korupsi.

Adapun empat poin substansi revisi adalah pembentuka dewan pengawas, kewenangan menerbitkan SP3, penyidik independen, dan perubahan mekanisme penyadapan.

Para pegiat antikorupsi menilai keberadaan dewan pengawas akan menggerus independensi KPK dan menciptakan dualisme kepemimpinan.

Sedangkan kewenangan menerbitkan SP3 dikawatirkan akan dimanfaatkan oknum untuk melakukan "permainan" dalam kasus yang ditangani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com