JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung kembali memanggil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Selasa (8/12/2015). Maroef kembali dimintai keterangan terkait penyelidikan dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.
"Maroef datang pukul 10.00. Dia kembali diundang untuk dimintai keterangan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengusut adanya permufakatan jahat terkait pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Maroef. Pertemuan yang digelar di Hotel Ritz Carlton pada 8 Juni 2015 itu, direkam oleh Maroef.
Dalam pertemuan itu diduga adanya permintaan saham kepada Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla. (Baca: Setya Novanto Banyak Jawab "Tidak Tahu, Lupa" Saat Ditanya di MKD)
Unsur pidana yang didalami penyidik adalah dugaan permufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam proses penyelidikan, Maroef telah tiga kali mendatangi Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). (baca: Sekretariat MKD Ternyata Belum Kirim Surat Panggilan ke Riza Chalid)
Maroef pertama kali mendatangi Gedung Jampidsus pada Rabu (2/12/2015), saat menyerahkan ponsel untuk merekam percakapan.
Kemudian, pada Kamis (3/12/2015) pagi, Maroef kembali mendatangi Gedung Jampidsus untuk dimintai keterangan. (baca: Sidang MKD Tertutup, tapi Tak Ada yang Bersifat Rahasia dalam Pembelaan Novanto)
Proses pemeriksaan sampat tertunda karena Maroef harus menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Senayan. Kemudian, pemeriksaan berlanjut pada Jumat (8/12/2015) dini hari.
Presiden Jokowi baru bereaksi keras setelah membaca transkrip pembicaraan secara utuh dari rekaman pertemuan itu. (Baca: Presiden Jokowi Sudah Menahan Amarah ke Setya Novanto sejak Pagi)
"Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa. Tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa negara," kata Jokowi dengan nada tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.