Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Sindir PPATK yang Ikut Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Kompas.com - 27/11/2015, 21:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyindir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang pernah diminta Presiden Joko Widodo untuk menelusuri transaksi keuangan calon menteri dalam Kabinet Kerja.

Laporan PPATK itu juga dijadikan dasar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menandai rekam jejak calon menteri.

Penandaan tersebut berupa pemberian label merah untuk yang terindikasi korupsi, dan kuning untuk calon yang pernah dilaporkan masyarakat ke KPK.

"Jangan peran PPATK kasih merah, kasih kuning. Ini kan tidak relevan. Yang penting lihat siapa sih orang yang punya duit, tetapi tidak bayar pajak," ujar Luhut saat menjadi pembicara di Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Luhut mengatakan, masih banyak para wajib pajak yang lalai menunaikan kewajibannya. Maka dari itu, lebih baik PPATK mengurusi pejabat publik yang diduga memiliki rekening gendut daripada mengurusi calon menteri.

Pada saat seleksi menteri tahap I, Presiden Jokowi memang menggunakan PPATK dan KPK dalam menelusuri rekam jejak para calon menteri. Dia berkeinginan agar tidak ada orang bermasalah yang nantinya duduk menjadi menteri.

Namun, akhirnya, penelusuran rekam jejak melalui PPATK dan KPK ini justru menyulitkan Jokowi karena banyak calon menteri yang mendapat tanda merah dan kuning.

Pada perombakan kabinet pertama dan pengangkatan pejabat-pejabat negara lainnya, Jokowi pun tak lagi menggunakan mekanisme telusur rekam jejak bersama KPK dan PPATK.

Luhut dukung tax amnesty

Dalam acara tersebut, Luhut juga menyinggung soal pengampunan pajak (tax amnesty). Sejak awal, ia mendukung hal tersebut diterapkan di Indonesia.

"Daripada tidak dihukum lalu dia tidak bayar pajak, kita ampuni saja. Selesailah. Yang penting, kita buat kepastian," kata Luhut.

Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menilai, daripada tak diusut karena rekening gendut, oknum tersebut lebih baik membayar pajak ditambah biaya "penalti".

"Kalau mau, lakukan klarifikasi pembayaran pajak dia, sudah, nol-in. Akan tetapi, bayar pajaknya 15 persen harus ada 'penalti'-nya. Harus disepakati itu. Jadi, harus ada putusan, jangan kita jadikan mengalir begitu saja," kata Luhut.

"Makanya, saya dorong tax amnesty itu bisa selesai. Jadi, masa lalu kita selesaikan, ke depan tidak bisa lagi itu terjadi," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Nasional
Hakim MK Ceramahi Kuasa Hukum Partai Aceh karena Telat Revisi Permohonan

Hakim MK Ceramahi Kuasa Hukum Partai Aceh karena Telat Revisi Permohonan

Nasional
Beri Pesan ke Timnas U-23, Wapres: Lupakan Kekalahan dari Uzbekistan, Kembali Semangat Melawan Irak

Beri Pesan ke Timnas U-23, Wapres: Lupakan Kekalahan dari Uzbekistan, Kembali Semangat Melawan Irak

Nasional
KPK Sebut Bupati Mimika Akan Datang Menyerahkan Diri jika Punya Iktikad Baik

KPK Sebut Bupati Mimika Akan Datang Menyerahkan Diri jika Punya Iktikad Baik

Nasional
Jokowi: 'Feeling' Saya Timnas U-23 Bisa Masuk Olimpiade

Jokowi: "Feeling" Saya Timnas U-23 Bisa Masuk Olimpiade

Nasional
Tolak PKS Merapat ke Prabowo, Gelora Diduga Khawatir soal Jatah Kabinet

Tolak PKS Merapat ke Prabowo, Gelora Diduga Khawatir soal Jatah Kabinet

Nasional
PKS Pertimbangkan Wali Kota Depok Maju Pilkada Jabar

PKS Pertimbangkan Wali Kota Depok Maju Pilkada Jabar

Nasional
Jemaah Umrah Indonesia Diizinkan Masuk Arab Saudi Lebih Cepat

Jemaah Umrah Indonesia Diizinkan Masuk Arab Saudi Lebih Cepat

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diprediksi Mirip Periode Kedua Jokowi

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diprediksi Mirip Periode Kedua Jokowi

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Mandek, Wakil Ketua KPK Klaim Tak Ada Intervensi

Kasus Eddy Hiariej Mandek, Wakil Ketua KPK Klaim Tak Ada Intervensi

Nasional
Nasdem Klaim Ratusan Suara Pindah ke Partai Golkar di Dapil Jabar I

Nasdem Klaim Ratusan Suara Pindah ke Partai Golkar di Dapil Jabar I

Nasional
PKB Masih Buka Pintu Usung Khofifah, tetapi Harus Ikut Penjaringan

PKB Masih Buka Pintu Usung Khofifah, tetapi Harus Ikut Penjaringan

Nasional
Temui Wapres Ma'ruf, Menteri Haji Arab Saudi Janji Segera Tuntaskan Visa Jemaah Haji Indonesia

Temui Wapres Ma'ruf, Menteri Haji Arab Saudi Janji Segera Tuntaskan Visa Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Sinyal PKS Merapat ke Prabowo, Fahri Hamzah: Ketiadaan Pikiran dan Gagasan

Sinyal PKS Merapat ke Prabowo, Fahri Hamzah: Ketiadaan Pikiran dan Gagasan

Nasional
Polri Pastikan Beri Pengamanan Aksi 'May Day' 1 Mei Besok

Polri Pastikan Beri Pengamanan Aksi "May Day" 1 Mei Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com