JAKARTA, KOMPAS.com - Asih Widodo, orangtua dari Sigit Prasetyo, salah satu korban tewas dalam kasus Semanggi I, memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (25/8/2015).
Dalam keterangannya, Asih meminta agar Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi pasal tersebut, guna memberikan kepastian hukum bagi keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Saya minta tolong kepada Majelis Hakim yang terhormat, untuk memperbaiki undang-undang tersebut agar Jaksa Agung dapat lebih cepat menangkap siapa yang menembak anak saya," ujar Asih saat memberikan keterangan di Ruang Sidang MK, Selasa.
Chrisbiantoro, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), selaku kuasa hukum pemohon mengatakan, kesaksian Asih tersebut diharapkan dapat memberikan informasi bagi hakim mengenai dampak kerugian materil dan imateril yang dialami para keluarga korban pelanggaran HAM. (baca: Mantan Wantimpres: Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu Harus Melalui Hukum)
Menurut pemohon, frasa "kurang lengkap" dalam isi Pasal 20 ayat 3 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, memberikan ketidakpastian hukum. Pasalnya, berkas penyelidikan kasus HAM masa lalu yang diserahkan Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung tidak pernah dianggap lengkap. Pada akhirnya, berkas tersebut selalu dikembalikan ke Komnas HAM.
"Sejak 2002, berkas penyelidikan Komnas HAM selalu dikembalikan. Hal ini membuat tidak adanya kepastian hukum bagi keluarga korban, bahkan banyak yang akhirnya stres, sakit, sampai meninggal karena tidak ada kepastian hukum," kata Chrisbiantoro.
Adapun pemohon dalam uji materi ini, yaitu Paian Siahaan dan Yati Ruyati. Keduanya adalah orangtua korban kerusuhan Mei 1998. Paian Siahaan adalah ayah dari Ucok Munandar Siahaan, salah satu korban penghilangan dan penculikan paksa. (baca: Pegiat HAM Tolak Pembentukan Tim Rekonsiliasi oleh Pemerintah)
Sedangkan, Ruyati, adalah ibu dari Eten Karyana, salah satu korban dalam peristiwa Mei 1998.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah tengah berusaha mencari jalan keluar paling bijaksana dan mulia dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Tanah Air.
Presiden menyebutkan bahwa rekonsiliasi pelanggaran HAM sebagai langkah yang diinginkan pemerintah. (baca: Presiden Inginkan Rekonsiliasi Nasional Terkait Pelanggaran HAM)
"Pemerintah menginginkan adanya rekonsiliasi nasional sehingga generasi mendatang tidak terus-menerus memikul beban sejarah masa lalu," kata Presiden saat membacakan pidato kenegaraan pada sidang bersama DPR RI dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Anak-anak bangsa diharapkan bisa bebas menatap masa depan yang terbentang luas. Presiden mengatakan bahwa semua itu merupakan langkah awal pemerintah untuk menegakkan kemanusiaan di Nusantara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.