Setiap kali ada musibah penerbangan, seperti yang terjadi Selasa (30/6/2015), sedih dan dukacitalah yang hinggap di hati. Lebih-lebih ketika membaca semboyan yang terpampang di pangkalan Hercules di Skuadron 31.
Sementara tim penyelidik melaksanakan tugas untuk mengetahui sebab terjadinya kecelakaan Hercules C-130 A-1310 di Medan, terbayang pengabdian panjang pesawat angkut ini. (Di TNI AU, Hercules digolongkan sebagai pesawat angkut berat yang sanggup menjelajahi penjuru Tanah Air. Namun, di kalangan militer Barat, C-130 masih digolongkan pesawat angkut medium. Maklum, AU AS punya C-5 Galaxy, sedangkan yang lebih mutakhir ada C-17 Globemaster yang berjangkauan global).
Menurut The Military Balance 2015 (IISS, London), TNI AU memiliki 15 pesawat angkut medium ini, terdiri dari 4 pesawat C-130B, 3 C-130H, 6 C-130-30, dan 2 L-100-30.
Dari keraguan
Siapa yang mau membuat pesawat kargo turboprop yang lamban di fajar era pesawat jet? Di tengah keraguan itulah AU AS (USAF) mencari desain pesawat yang mampu mengangkut perlengkapan berat berukuran besar, termasuk artileri dan tank, untuk jarak jauh. Pesawat itu juga harus bisa mendarat di tempat sulit, dengan kecepatan lambat hingga 125 knot untuk menerjunkan paratrup, dan bisa terbang dengan satu mesin.
Sebagaimana dituturkan dalam situsnya, insinyur kepala pabrik pesawat Lockheed, Hall Hibbard, menyimak permintaan USAF dan melihat potensi yang ada. Ahli pesawat Kelly Johnson melihat permintaan USAF itu sebagai potensi bencana karena menyimpang dari jet tempur performa tinggi, juga berkecepatan tinggi yang menjadi fokusnya.
"Jika Anda memasukkan (proposal USAF)," ujar Johnson kepada Hibbard yang jadi bosnya, "Anda akan menghancurkan Lockheed Company."
Untunglah Hibbard tidak mendengarkan ancaman itu. Ketika purwarupa YC-130 bersiap terbang perdana pada 23 Agustus 1954, jelas bagi semua bahwa insinyur Lockheed berhasil menempa satu karya yang tak lekang oleh zaman.