"Keinginan baik Jokowi tidak ditunjang kerelaan diri untuk menjadi korban. Jokowi kurang rela berkorban untuk pemberantasan korupsi," ujar Ray, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Ray mencontohkan, ketika polemik kasus Komjen Budi Gunawan, Jokowi berada di antara dua pilihan, apakah mengikuti keinginan parpol atau mendengarkan suara rakyat.
"Kalau dia punya kerelaan, maka dia akan pilih publik. Jokowi ternyata melihat kelompok politik daripada menjalankan agenda yang disepakati dengan publik," kata Ray.
Ray mengatakan, pilihan Jokowi tesebut berdampak pada kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika Jokowi menjalankan mandat rakyat, kata dia, maka situasi karut marut antara KPK dan Polri tidak perlu terjadi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Febi Yonesta menilai, komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi diuji dengan adanya upaya kriminalisasi tersebut. Menurut dia, seharusnya, sebagai pemegang kendali institusi Polri, Jokowi mampu menghentikan proses hukum terhadap para pimpinan KPK dan penyidiknya.
"Kalau Presiden punya power dan political will untuk pemberantasan korupsi, maka dia harus menghentikan kasus-kasus ini dan melakuka gelar peekara khusus untuk melihat apakah itu kriminalisasi apa bukan," kata Febi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.