Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diusulkan Ampuni Polisi yang Korupsi

Kompas.com - 13/05/2015, 15:26 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diusulkan untuk melakukan terobosan dalam rangka reformasi Kepolisian. Salah satu terobosan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan amnesti atau pengampunan kepada anggota polisi yang korupsi dalam kurun waktu hingga 2010.

Usulan ini disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia Chandra Motik, yang
mewakili Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia di Jakarta, Rabu (13/5/2015). Menurut Chandra, ide pemberian pengampunan kepada polisi korup ini meniru kebijakan pemerintah Hongkong. Ia berharap pengampunan itu dapat membuat polisi menjadi bersih dan bisa memulai kembali membangun integritas lembaganya dari nol.

"Kalau enggak diberikan pengampunan, enggak akan selesai-selesai, akan rekening gendut semuanya. Tapi sampai sekarang pun kan enggak diproses juga rekening gendutnya," kata Chandra.

Pemberian amnesti ini bisa dilakukan dengan empat langkah. Pertama, membentuk satuan tugas kebenaran korupsi polisi yang terdiri dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman, tokoh masyarakat, serta akademisi. Satgas ini nantinya akan menguji kebenaran penghasilan polisi. Tim tersebut akan bekerja secara transparan selama kurang lebih setahun.

Kedua, PPATK membuat analisis harta kekayaan anggota Kepolisian dan melaporkannya kepada presiden. Selanjutnya, pejabat Polri yang memiliki harga tidak wajar diminta memberikan penjelasan dan pengakuan kepada presiden mengenai sumber penghasilan mereka.

Terakhir, presiden memberikan amnesti melalui keputusan presiden kepada anggota polisi yang sudah menyampaikan pengakuan dan memohon maaf kepada rakyat dan negara melalui presiden.

Khusus untuk aparat penegak hukum yang masih aktif, Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia menyarankan pembentukan satgas yang sama. Selanjutnya, PPATK juga diminta melakukan analisis rekening. Jika ada polisi yang tidak mampu membuktikan bahwa hartanya berasal dari sumber yang sah, maka negara berhak menyita harta tersebut.

"Kepada yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi berupa pemberhentian sebagai anggota polisi, jaksa, staf atau pimpinan KPK, tetapi tidak dikenakan tuntutan pidana," kata Chandra.

Selain itu, negara diminta menyediakan anggaran yang memadai agar anggota Polri mendapatkan penghidupan layak. Ini dimaksudkan agar polisi tidak lagi mencari penghasilan dari sumber yang tidak halal.

Ikatan alumni juga mengusulkan agar Polri diposisikan di bawah kementerian dan pemerintah daerah sehingga kewenangannya tidak menjadi berlebihan. "Bisa di Kemenhan atau Kemendagri atau Kemenkumham. Tapi bisa juga dipisahin, kamtibnasnya di bawah pemda. Sekarang di bawah Presiden langsung, kewenangannya seolah berlebihan. Padahal dulu waktu di bawah TNI, tidak begitu," kata Chandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Masuk Bursa Pilkada Jateng, Kaesang: Alhamdulillah, Tunggu Kejutan Bulan Agustus

Masuk Bursa Pilkada Jateng, Kaesang: Alhamdulillah, Tunggu Kejutan Bulan Agustus

Nasional
Momen Panglima TNI-Kapolri Nyanyi Bareng di Pagelaran Wayang Kulit

Momen Panglima TNI-Kapolri Nyanyi Bareng di Pagelaran Wayang Kulit

Nasional
Ketua KPU Dipecat, Kaesang: Itu yang Terbaik, Kita Hormati

Ketua KPU Dipecat, Kaesang: Itu yang Terbaik, Kita Hormati

Nasional
Blusukan di Tanjung Priok, Kaesang: Bertemu Relawan Pak Presiden

Blusukan di Tanjung Priok, Kaesang: Bertemu Relawan Pak Presiden

Nasional
Ombudsman Ungkap Persoalan PPDB di 10 Provinsi, Antara Lain Manipulasi Sertifikat

Ombudsman Ungkap Persoalan PPDB di 10 Provinsi, Antara Lain Manipulasi Sertifikat

Nasional
Zuhairi Misrawi Masuk Kepengurusan DPP PDI-P, Hasto: Non-aktif karena Jabat Dubes

Zuhairi Misrawi Masuk Kepengurusan DPP PDI-P, Hasto: Non-aktif karena Jabat Dubes

Nasional
Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Nasional
Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Nasional
Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Nasional
22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Nasional
SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

Nasional
Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com