JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Program Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan menganggap Jaksa Agung HM Prasetyo terlalu dini menyimpulkan bahwa terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, sehat secara kejiwaan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, Rodrigo divonis menderita gangguan mental kronis dengan diagnisis skizofrenia paranoid dan gangguan bipolar psikotik.
"Tidak ada orang awam yang menyatakan seseorang sehat atau tidak jiwanya. Harus dilakukan komperhensif dengan uji ketat dan standar ilmiah," ujar Ricky di Kantor Kontras, Minggu (19/4/2015).
Berdasarkan rekam medis dari dokter yang menangani kejiwaan Rodrigo, warna negara Brasil itu mengidap gangguan kejiwaan sejak tahun 1982 dan divonis mengidap gangguan syaraf di otak. Gangguan tersebut, kata Ricky, menyebabkan Rodrigo kehilangan kapasitas untuk menilai sesuatu secara benar atau salah dan mengabaikan konsekuensi dari tindakannya.
"Dia bisa kehilangan kontrol diri. Rodrigo sejak umur 10 tahun mengalami gangguan ini. Kalau dibilang gangguan sejak di lapas, itu keliru," kata Ricky.
Menurut Ricky, keluarga Rodrigo juga memiliki riwayat kejiwaan serupa dengannya. Ibu dari Rodrigo diketahui menderita bipolar psikopatik. Begitu juga kakak laki-laki Rodrigo yang mengalami gangguan kejiwaan sejak tahun 1983.
"Kondisi ini menujukan gangguan kejiwaan ada pengaruh genetik juga," ujar dia. (baca: Kejagung Ditagih Beberkan "Second Opinion" Kejiwaan Terpidana Mati)
Tim pengacara Rodrigo dari JPIC.OMI, Christina Widiantarti mengaku ada kejanggalan pada kesimpulan yang dilontarkan Prasetyo. Pasalnya, Kejagung hanya menurunkan dua dokter untuk memeriksa kejiwaan Rodrigo dan hanya dilakukan dalam satu kali pertemuan.
Sementara psikiater yang biasa memeriksa Rodrigo baru dapat menyimpulkan bahwa ada masalah dalam perilaku Rodrigo setelah 10 kali menjalani pemeriksaan.
"Jadi aneh kalau langsung bilang Rodrigo tidak sakit dalam sekali pertemuan. Saya saja baru 6 kali besuk baru dia cerita delusional yang dia hadapi," kata Christina.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut memiliki bukti jika Rodrigo Gularte bukan penyandang penyakit kejiwaan. Prasetyo menegaskan, proses eksekusi terhadap Rodrigo tidak akan berhenti meski ada alasan yang menyatakan dirinya menyandang disabilitas. (baca: Jaksa Agung: Tak Ada Larangan Eksekusi Mati Terpidana yang Alami Gangguan Jiwa)
"Nanti dari pihak LP dan narapidana yang satu sel dengan dia (akan memberikan testimoni). Namun memang, untuk gangguan jiwa tidak satu halangan pun untuk mengeksekusi yang bersangkutan," tegasnya.
Rodrigo ditangkap pada 31 Juli 2004 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten. Rodrigo kedapatan menyelundupkan 19 kilogram heroin di dalam papan seluncur saat ditangkap. Ia divonis bersalah oleh PN Tangerang pada 7 Februari 2005 dan grasinya ditolak pada 5 Januari 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.