Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muladi Ungkap Penyebab Konflik Internal Golkar

Kompas.com - 04/03/2015, 19:01 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi mengungkapkan penyebab terjadinya konflik berkepanjangan di tubuh Golkar. Ia menyayangkan mekanisme islah tidak kunjung terwujud dan perselisihan kepengurusan harus dibawa ke pengadilan.

Muladi mengatakan, Golkar merupakan partai besar dan tua karena telah berdiri pada 20 Oktober 1964. Menurut dia, ini yang membuat susunan pengurus menjadi gemuk dan dianggapnya rentan menimbulkan perpecahan di internal.

"Regenerasi muncul, pas Munas Riau (2009) terjadi susunan organisasi yang gemuk. Akibatnya, ada pusat kekuasaan yang menjadikan Golkar tidak kompak," kata Muladi, di kediaman pribadinya, kawasan Jakarta Selatan, Rabu (4/3/2015).

Menurut Muladi, kondisi politik nasional ikut memengaruhi suasana internal Golkar, khususnya dalam pertarungan Pilpres 2014. Saat itu, Golkar gagal mengusung calon dan akhirnya mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang kalah oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Kekalahan di pileg dan pilpres itu sangat menyakitkan," ujar Muladi.

Dengan kekalahan itu, kata Muladi, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Golkar mengambil sikap berada di luar pemerintahan. Hal tersebut dianggap oleh beberapa tokoh Golkar menabrak doktrin partai yang harus selalu berada di pemerintahan demi menjalankan visi dan misi partai.

Selain itu, Muladi juga menyoroti sempitnya jarak antara waktu suksesi kepemimpinan Golkar dengan suksesi kepemimpinan nasional. Hal itulah yang dianggapnya menjadi pemantik pecahnya konflik di Golkar karena ada perdebatan keras mengenai waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional IX.

"Ada kondisi yang membuat kader Golkar tidak siap berada di luar pemerintahan, ditambah sempitnya jarak suksesi kepemimpinan Golkar dengan kepemimpinan nasional," ujarnya.

Perselisihan kepengurusan di tubuh Golkar memuncak karena perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar. Kubu yang berseberangan dengan Aburizal Bakrie menuding penetapan waktu munas tak demokratis dan merupakan skenario memenangkan calon tertentu secara aklamasi. Rapat pleno penentuan waktu Munas IX yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar pada 24-25 November 2014 diwarnai kericuhan.

Bahkan, pada 25 November 2014, kericuhan melebar, adu jotos terjadi, dan melibatkan dua kelompok pemuda yang mengklaim sebagai organisasi sayap Partai Golkar. Golkar pun terbelah setelah kubu Aburizal Bakrie menyelenggarakan Munas IX di Bali pada 30 November-4 Desember 2014 dan menetapkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum serta Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal.

Sementara itu, kubu Agung Laksono menggelar Munas IX pada 6-8 Desember 2014 di Jakarta dan menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum serta Zainuddin Amali sebagai sekretaris jenderal.

Muladi mengatakan, majelis Mahkamah Partai Golkar pada awalnya sepakat untuk memberikan putusan sela dan memelopori islah dengan melibatkan tokoh senior Golkar. Tetapi, putusan sela itu batal dibacakan lantaran majelis Mahkamah Partai kecewa dengan sikap kubu Aburizal Bakrie yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung di tengah berjalannya sidang mahkamah.

Putusan Mahkamah Partai

Dalam sidang putusan, empat majelis Mahkamah Partai Golkar menyampaikan pandangan berbeda terkait putusan perselisihan kepengurusan Partai Golkar. Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali, atau kubu Aburizal, sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat. Hal tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Aburizal tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai Golkar.

Dengan sikap tersebut, Muladi dan Natabaya hanya memberikan rekomendasi agar kubu yang menang tidak mengambil semuanya (the winners takes all), merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, mengakomodasi kubu yang kalah dalam kepengurusan, dan kubu yang kalah diminta untuk tidak membentuk partai baru.

Sementara itu, anggota lain majelis Mahkamah Partai, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar secara aklamasi digelar tidak demokratis. Djasri dan Andi menilai pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih terbuka, transparan, dan demokratis, meski di lain sisi Andi dan Djasri menilai Munas IX Jakarta memiliki banyak kekurangan.

"Maka, mengabulkan permohonan pemohon sebagian, menerima kepengurusan Munas Ancol," ucap Djasri.

Ia mengungkapkan, putusan itu harus dilaksanakan berikut sejumlah syaratnya, yaitu mengakomodasi kubu Aburizal secara selektif dan yang memenuhi kriteria, loyal, serta tidak melakukan perbuatan tercela untuk masuk dalam kepengurusan partai. Majelis juga meminta kepengurusan Agung untuk melakukan tugas utama partai, mulai dari musyawarah daerah dan penyelenggaraan Musyawarah Nasional X Partai Golkar. Pelaksanaannya paling lambat adalah Oktober 2016.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com