JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah anggapan bahwa Presiden Joko Widodo menolak grasi tanpa pertimbangan matang. Presiden telah mendapat pertimbangan lengkap dari berbagai instansi atas setiap permohonan grasi terpidana mati.
"Pertimbangannya sangat lengkap," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Senin (2/3/2015).
Dia mengatakan, sebelum memutuskan menolak grasi atau mengabulkannya, Presiden Jokowi mendapat masukan dari Mahkamah Agung, Kepolisian, Jaksa Agung, hingga Kementerian Hukum dan HAM. "Kebijakan grasi didasarkan pada pertimbangan matriks banyak institusi," ucap dia.
Pratikno pun membantah kabar yang menunjukkan bahwa Presiden hanya menerima daftar nama terpidana mati tanpa ada detail kasus. Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu, Presiden mendapat laporan soal kesalahan dan perkembangan terpidana mati selama berada di sel tahanan. "Itu ada juga update-nya," kata dia.
Aktivis HAM protes
Sebelumnya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai bahwa Jokowi tidak bisa semena-mena memutuskan menolak permohonan grasi bagi terpidana mati. Menurut Haris, banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memutus suatu permohonan grasi.
Dia mencontohkan, dua di antara sejumlah terpidana mati yang akan segera dieksekusi ternyata memiliki alasan-alasan yang dianggap layak menerima permohonan grasi. Keduanya adalah Mary Jane asal Filipina dan Rodrigo Gularte dari Brasil. Mary Jane tak tahu bahwa bungkusan titipan majikannya yang kemudian dibawa ke Indonesia berisi narkoba. Adapun Gularte ternyata menderita penyakit.
Sementara itu, sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, menilai bahwa Presiden Jokowi menyepelekan permohonan grasi bagi para terpidana mati yang berusaha memohon keadilan. Menurut Robert, Jokowi menolak permohonan grasi tanpa membaca isi permohonan dan rekomendasi dari pihak lain.
"Jokowi memutus tanpa memeriksa secara detail mengenai perubahan-perubahan terpidana, bahkan tidak memeriksa berkas-berkas. Presiden cenderung tidak ambil pusing menyangkut nyawa orang," ujar Robert.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.