JAKARTA, KOMPAS.com - Performa Kepolisian Republik Indonesia (Polri) beberapa waktu belakangan memang "meningkat pesat". Sejumlah kasus ditangani cepat. Tidak ada ruang negosiasi seperti yang selama ini dipersoalkan publik.
Sebut saja kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu yang menjerat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka BW dilakukan tak lebih dari lima hari.
Tanggal 19 Januari 2015 laporan atas BW masuk ke Bareskrim. Kepala penyidik Kombes Daniel Bolly Tifaona langsung menetapkan BW sebagai tersangka tanggal 23 Januari 2015.
Ada lagi kasus yang menjerat Abraham Samad, yakni pemalsuan dokumen berupa paspor. Laporan masuk ke Bareskrim pada 1 Februari 2015. Penyidik pun melimpahkan kasus itu ke Polda Sulselbar lantaran kasus serupa sempat diusut di sana. Tergolong singkat, tanggal 9 Februari 2015, Abraham ditetapkan sebagai tersangka meski status tersebut baru diungkap ke publik tanggal 17 Februari 2015.
Ada pun yang terkini, penyidikan Bareskrim dengan hanya berbekal laporan masyarakat soal kepemilikan senjata api ilegal oleh 21 penyidik KPK. Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso dengan tegas mengatakan bahwa akan menjadikan mereka sebagai tersangka secepatnya.
Kecekatan Polisi dalam mengumpulkan bukti, keterangan saksi hingga akhirnya melengkapi berkas perkara itu patut "diapresiasi". Sejenak, Polri menunjukan profesionalitasannya.
Tapi ada yang janggal dalam kecekatan yang tiba-tiba tersebut. Salah satu dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid, Yuherman pun bertanya-tanya.
"Mengapa kecepatan, kecekatan dan profesionalitas Polri itu hanya diterapkan kepada perkara yang melibatkan pimpinan dan pegawai KPK saja?" ujar Yuherman kepada Kompas.com, Rabu (18/2/2015).
Tidak heran, lanjut Yuherman, publik menilai bahwa upaya hukum terhadap Bambang, Abraham dan para penyidik KPK tersebut adalah bentuk kriminalisasi. Hal ini terlepas dari kebenaran fakta perkara kasus masing-masing itu sendiri. Apalagi, kecepatan Polri dalam menindak itu terjadi usai KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.
"Terlihat jelas upaya balas dendam. Terlihat jelas itu kriminalisasi," lanjut dia.
Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu pun berandai-andai. "Seandainya Polri itu menangani seluruh kasus secepat dan setepat seperti menyelidiki perkara pimpinan KPK itu, aman negara kita," ujar dia.
Rentetan kasus mangkrak
Sebagai lawyer, Yuherman mengaku punya banyak pengalaman bagaimana lambatnya penanganan perkara oleh Polri. Kasus yang saat ini tengah ditangani misalnya, yakni kasus penipuan dan penggelapan yang ditangani penyidik di Polda Metro Jaya. Yuherman mengatakan, padahal Polisi sudah mengantongi dua alat bukti. Polisi tinggal menyertakan keterangan dari seorang saksi kunci. Alhasil, berkas perkara kliennya masih berada di meja penyidik sekitar satu tahun terakhir.
Data Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menunjukan keprihatinan serupa. Polri hanya getol mengejar kasus pihak-pihak yang tidak menguntungkan mereka. Sementara, kasus yang lain Polri tidak berubah: Dianggap tetap lamban dan tebang pilih.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring ICW Emerson Yuntho menyebut, ada sembilan kasus serupa Bambang Widjojanto yang masih mangkrak di Bareskrim. Bahkan, kasus itu ada yang tak pernah disentuh lagi sejak tahun 2004.