Jokowi mengatakan, peluncuran Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar merupakan upaya dalam menjaga daya beli masyarakat jika harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi naik.
Jokowi juga menegaskan, peluncuran tiga program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kepada masyarakat.
"Ya, menjaga daya beli dan yang jelas untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan," kata Jokowi di sela-sela peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Mengenai kapan harga BBM akan dinaikkan, Jokowi mengaku belum bisa menyampaikannya. Ia hanya menegaskan bahwa rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi bertujuan meningkatkan kesejahteraan.
"Ini kan urusannya membagikan untuk kesejahteraan," sambung Jokowi.
"Kartu ini sudah mulai dikirimkan kepada masyarakat, Kartu Indonesia Sejahtera seperti ini, Kartu Indonesia Pintar seperti ini, Kartu Indonesia Sehat seperti ini. Ini adalah sistem yang memudahkan masyarakat untuk bisa mengakses ke pendidikan, kesehatan, dan juga sistem cash transfer seperti ini," kata Jokowi.
Simpanan Keluarga Sejahtera akan dibagikan kepada lebih kurang 1 juta keluarga. Adapun Kartu Indonesia Pintar akan dibagikan kepada 160.000 anak usia sekolah dan Kartu Indonesia Sehat diberikan kepada hampir 4,5 juta individu di 19 kabupaten/kota di sembilan provinsi di Indonesia untuk tahap pertama.
Bukan program baru
Merespons program ini, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang baru saja diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo bukan sebuah barang baru. Menurut dia, program semacam itu sudah lama digagas pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Badan Operasional Siswa (BOS).
"Itu kan jasa pemerintahan yang lalu, enggak usah seolah-olah itu baru. Cuma penamaan baru, Pak Jokowi pintar ngasih judul," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Di sisi lain, Fahri khawatir jika perubahan nama itu akan berbenturan dengan aturan undang-undang. Jika memang tak ada perubahan mendasar, dia menyarankan agar Jokowi tetap menggunakan nama program yang sama.
"Kalau mau mengubah nama, apakah cukup dengan peraturan pemerintah? Setiap program harus ada nomenklaturnya di APBN, kalau enggak, bahaya, out of budget," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.