JAKARTA, KOMPAS.com — DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk membantu memulangkan jenazah Sitor Situmorang dari Belanda. Permintaan itu sesuai harapan penyair Sitor Situmorang agar dapat dimakamkan di Danau Toba sebagaimana dituangkan dalam sajaknya yang berjudul "Tatahan Pesan Bunda".
"Sitor Situmorang tidak hanya sastrawan angkatan 45 yang berpengaruh. Konsistensi perjuangan dan kesetiaan dengan Bung Karno menjadikan sosok sastrawan tersebut sebagai simbol kesetiaan seorang pejuang," kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam siaran pers, Selasa (23/12/2014).
DPP PDI-P, kata Hasto, menyampaikan dukacita yang mendalam atas wafatnya Sitor. Dalam catatan PDI-P, lanjut Hasto, pada tahun 1959 sampai dengan 1969, Sitor Situmorang memimpin Lembaga Kebudayaan Nasional yang merupakan underbow Partai Nasional Indonesia.
"Sitor Situmorang menjabarkan nasionalisme melalui karya sastra yang luar biasa. Seluruh idealisme dan keyakinan politik-kebudayaan yang ditunjukkan Sitor membuatnya lengkap sebagai sosok sastrawan yang memiliki sikap kenegarawanan yang tinggi," papar Hasto.
Untuk itu, kata dia, pemerintahan Jokowi diharapkan dapat memberi perhatian yang sebaik-baiknya terhadap almarhum.
"Spirit yang digelorakan Presiden Jokowi agar Indonesia berkepribadian dalam kebudayaan juga disarikan dari perjuangan para sastrawan seperti Sitor Situmorang," jelas Hasto.
Sitor Situmorang tutup usia di Belanda, Minggu (21/12/2014). Sitor merupakan sastrawan angkatan '45 yang lahir pada 2 Oktober 1923 di Harianboho, Sumatera Utara. Dilahirkan dengan nama Raja Usu, Sitor menempuh pendidikan HIS di Balige dan Sibolga, MULO di Tarutung, melanjutkan AMS di Batavia (sekarang Jakarta), kemudian mendalami studi sinematografi di University of California, Amerika Serikat (1956-1957).
Sempat menjadi wartawan sejumlah harian nasional, Sitor kemudian lebih dikenal sebagai sastrawan dengan karya yang penuh makna. Kumpulan cerita pendek "Pertempuran dan Salju di Paris" (1955) mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk prosa yang terbit tahun 1955-1956. Sedangkan kumpulan sajak "Peta Perjalanan: (1976)" mendapatkan Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta tahun 1978 untuk buku puisi yang terbit tahun 1976-1977.
Dalam birokrasi dan politik, Sitor pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia (1959-1965), anggota Dewan Nasional, anggota Dewan Perancang Nasonal, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, serta anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1961-1962).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.