JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian besar orangtua siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara, merasa sangat khawatir atas kejadian penganiayaan yang menewaskan Dimas Dikita Handoko (19) pada Jumat (25/4/2014). Belasan orangtua siswa langsung datang ke kampus pelayaran tersebut untuk meminta penjelasan dari kampus.
Pantauan Kompas.com, Minggu (27/4/2014) sore, belasan orang tua siswa tersebut berkumpul di warung tepat di depan kampus tersebut. Mereka saling bercerita satu sama lain tentang apa yang dialami oleh anak-anak mereka. Para orangtua siswa taruna pelayaran tingkat I berencana menemui pengelola kampus untuk enanyakan sikap yang diambil pengurus kampus setelah kejadian penganiayaan yang dilakukan pihak senior kepada juniornya di luar kampus.
"Saya sebenarnya sudah curiga, tiap anak saya di rumah terus ditelepon seniornya, tapi namanya juga anak, suka nutupin sama orangtua," ujar salah satu orangtua murid yang enggan disebutkan kepada Kompas.com, Minggu sore.
Ia mengatakan, setiap taruna di STIP memiliki perkumpulan berdasarkan daerah asalnya. Setiap akhir pekan, siswa junior akan dikumpulkan para senior untuk dipelonco. Ia mengakui kerap melihat luka lebam ataupun memar di tubuh anaknya yang masih di tingkat I tersebut.
"Ada saya foto memarnya, nanti kita bawa besok pas ketemu pihak kampus," ucapnya.
Pada saat mendaftarkan anaknya beberapa waktu lalu, ia mendapati suasana di dalam kampus sangat tegang. Namun, karena anaknya sangat ingin menjadi pelaut, ia menepis rasa khawatirnya.
Hal senada diungkapkan orangtua taruna tingkat II. Salah seorang di antarnaya mengaku sudah mengetahui adanya senioritas di kampus pelayaran tersebut. Namun, karena prospek yang sangat bagus, anak semata wayangnya tersebut tetap bersikukuh untuk tetap menjalani pendidikan di sekolah yang di bawah naungan Kementerian Perhubungan tersebut.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Perhubungan, Julius Andravida Barata, mengatakan bahwa di dalam kampus ada sistem pengendalian dan pengawasan sehingga orangtua tidak perlu khawatir adanya senioritas di dalam kampus. "Kejadian kemarin kan di luar kampus. Kalau di dalam kampus, pengawasan semua itu ada. Pembinaan kedisiplinan juga bukan dengan kekerasan, bahkan setiap sudut kampus sudah dipasangi CCTV," ujarnya.
Julius menyebutkan, pendidikan kedisiplinan sangat diperlukan bagi mahasiswa dan berguna saat siswa itu menjadi pelaut. Ia menegaskan, pola kedisiplinan tersebut bukan dengan kekerasan, melainkan dengan cara hidup disiplin sesuai dengan Perintah Harian Sifat Tetap (PHST). Perintah itu meliputi bangun pagi, olahraga pagi, seragam yang lengkap, serta jadwal kuliah yang sudah terjadwal dan harus dilakukan taruna setiap hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.