JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana memasukkan larangan kepala daerah menjabat sebagai pengurus partai dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah. Pemerintah ingin kepala daerah lebih memikirkan kepentingan publik daripada partai seperti yang selama ini kerap terjadi.
"Dimasukkannya pasal ini atas pertimbangan banyaknya kepala daerah yang menjabat juga sebagai ketua atau pengurus partai. Dan, selama menjabat, mereka terpasung kepentingan partai dan lebih memikirkan partai daripada masyarakat," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Saat ini, RUU Pilkada masih dibahas pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, bersama DPR. Pemerintah menargetkan RUU sudah disahkan sebelum Agustus 2014. Menurut Djohan, pemerintah ingin yang diterapkan di Yogyakarta bisa berlaku di seluruh Indonesia. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan dan Paku Alam tidak boleh masuk partai politik karena otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta.
"Tidak tertutup kemungkinan kepala daerah tidak hanya tidak boleh menjabat ketua atau pengurus partai, tetapi juga seperti Gubernur Yogyakarta yang sama sekali tidak boleh jadi anggota partai," tambah dia.
Tak hanya sebatas larangan, sejumlah sanksi disiapkan jika kepala daerah melanggar aturan itu. Ini termasuk jika kepala daerah sudah tidak lagi menjabat pengurus partai, tetapi kebijakannya masih berpihak kepada partai dan bukan masyarakat. "Sanksinya seperti apa, kita masih membahasnya. Sanksi ini perlu agar sistem bisa berjalan baik, ada kedisiplinan, dan pemerintahan ke depan bisa efektif," kata dia.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana, menilai, tidak masuk akal jika kepala daerah harus keluar dari keanggotaan partai politik. Larangan kepala daerah merangkap jabatan sebagai ketua atau pengurus partai dinilai sudah cukup untuk mencegah konflik kepentingan antara kepentingan publik dan kepentingan partai.
Harus netral
"Logika jabatan publik, seperti kepala daerah, harus netral sama sekali dari partai tidak masuk akal karena mereka dicalonkan dari partai politik," tambah dia.
Sementara Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada DPR Abdul Hakam Naja tidak sependapat sama sekali jika kepala daerah tak boleh merangkap jabatan sebagai ketua atau pengurus, bahkan menjadi anggota partai politik. (APA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.