Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Penarikan RUU KUHP, KPK Diminta Tahu Diri...

Kompas.com - 20/02/2014, 08:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim penyusun Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pindana (KUHP) Muladi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melihat posisinya dalam susunan ketatanegaraan. KPK tidak boleh seenaknya memaksakan kehendak meminta pembahasan RUU KUHP/KUHAP dihentikan.

"Sebaiknya KPK tahu diri di mana kedudukannya dalam struktur kenegaraan. Dia harus hormati wibawa seorang Presiden, karena barang itu (RUU) dibawa ke sini ya oleh Presiden, dan disetujui DPR sebagai program legislasi," ujar Muladi, di kompleks parlemen, Kamis (20/2/2014) dini hari.

Muladi mengungkapkan KPK seharusnya menghargai proses penyusunan draf RUU KUHP/KUHAP yang sudah dilakukan sejak 40 tahun lalu, sebelum KPK terbentuk. Proses penyusunannya juga melibatkan pakar-pakar hukum di Indonesia dan internasional.

Karena itu, Muladi menyarankan jika KPK merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan ini, sebaiknya memberikan masukannya dalam bentuk surat kepada Presiden maupun DPR. Bila perlu, ucap mantan Menteri Kehakiman itu, KPK minta dipanggil DPR untuk didengarkan pendapatnya.

"Kami siap berdebat di dalam forum. KPK tidak bisa memaksakan dan mengancam bubar. Ada yang inginkan KPK itu bubar, kami menolaknya kok," imbuh Muladi. Terkait permintaan KPK agar tindak pidana luar biasa seperti korupsi tidak dicantumkan dalam RUU KUHP, Muladi menyatakan hal itu tidak bisa dilakukan.

Pasalnya, kata Muladi, RUU KUHP mencakup semua tindak pidana dan norma-norma yang berlaku umum. Untuk hukum acaranya, ucap Muladi, baru bisa diatur dalam undang-undang khusus. "Jadi seperti penyelidikan, penyadapan, penyidikan, itu bisa diatur di luar ini (RUU KUHP). Kami sudah melakukan kodifikasinya," ungkap Muladi.

Muladi memastikan penyusunan RUU KUHP maupun KUHAP tidak melemahkan KPK. Bahkan, kata dia, untuk kasus korupsi ada beberapa pasal yang dikeluarkan dari UU KUHP untuk dimasukkan ke RUU Tindak Pidana Korupsi yang kini juga digodok DPR. "Jadi dua-duanya akan berjalan bersama, bersinergi," ucap Muladi yang juga Ketua DPP Partai Golkar bidang Hukum dan HAM ini.

Sebelumnya diberitakan, KPK mengirimkan surat kepada DPR dan Presiden meminta pembahasan RUU KUHP/KUHAP dihentikan. KPK berdalih selain persoalan waktu yang singkat, substansi dari RUU KUHP juga masih memuat delik tindak pidana kejahatan luar biasa, padahal sudah ada UU tersendiri yang mengaturnya.

DPR menyatakan telah menerima surat yang disampaikan KPK itu. Namun, DPR bersama tim penyusun KUHP dari Pemerintah sepakat tetap melanjutkan pembahasan sampai ada sikap resmi dari Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com