Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi (Korupsi) Pendidikan

Kompas.com - 12/11/2013, 16:00 WIB


Oleh Febri Hendri AA

BADAN Pemeriksa Keuangan RI menemukan masalah dalam pengelolaan dana ujian nasional. Ditemukan potensi kerugian negara mencapai belasan miliar rupiah dalam penyelenggaraan UN tahun 2012 dan 2013 (Kompas, 20/9/2013).

Meski potensi kerugian negara ini jauh lebih kecil dibandingkan anggaran UN yang mencapai ratusan miliar rupiah, hal ini telah menambah deretan panjang daftar korupsi dalam pengelolaan anggaran pendidikan.

Temuan BPK dan korupsi pendidikan lainnya merupakan ironi di tengah upaya bangsa Indonesia melawan korupsi melalui pendidikan.

Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus korupsi pendidikan yang disidik penegak hukum dan menyeret 479 orang sebagai tersangka.

Kerugian negara atas seluruh kasus ini Rp 619,0 miliar (Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan, ICW 2013).

Selama satu dasawarsa ini terdapat tren peningkatan dalam korupsi pendidikan dan aspek kerugian negara. Pada 2003 terdapat delapan kasus dengan kerugian negara Rp 19,0 miliar.

Angka kerugian negara meningkat 422 persen pada 2013 menjadi delapan kasus dengan kerugian negara Rp 99,2 miliar.

Puncak kasus korupsi terjadi pada 2007, di mana penegak hukum menindak 84 kasus dengan kerugian negara Rp 151,0 miliar.

Hampir semua dana pendidikan tak luput dari praktik korupsi. Mulai dari dana pendidikan yang diperuntukkan bagi pembangunan gedung dan infrastruktur, dana operasional, dana gaji dan honor guru, dana pengadaan buku dan alat bantu mengajar, dana beasiswa, hingga dana yang dipungut dari masyarakat.

Dana alokasi khusus (DAK) yang dialokasikan untuk membangun dan merehabilitasi sekolah adalah yang paling banyak dikorupsi. Dari 296 kasus, 28,4 persen kasus korupsi terjadi dalam pengelolaan DAK dan mengakibatkan kerugian negara Rp 265,1 miliar.

Dana BOS juga banyak dikorupsi, tetapi kerugian relatif lebih kecil dibandingkan dana pendidikan lain.

Di antara dana pendidikan yang menjadi obyek korupsi, dana pembangunan gedung dan sarana prasarana perguruan tinggi serta dana yang dikelola Kemdikbud perlu menjadi perhatian. Satu kasus korupsi saja terjadi dalam pengelolaan dana ini, kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar.

Rata-rata kerugian negara akibat korupsi dua dana ini mencapai Rp 6,4 miliar. Pelaku juga kelas kakap, berasal dari pejabat Kemdikbud, anggota DPR, dan pengusaha nasional.

Modusnya dengan pengawalan sejak program diajukan Kemdikbud kepada DPR, penetapan anggaran, hingga pengadaan.

Penggelapan dan mark up merupakan modus paling banyak terjadi. Dari 296 kasus, 106 kasus lewat penggelapan dengan kerugian negara mencapai Rp 248,5 miliar, sementara modus mark up dilakukan pada 59 kasus dengan kerugian negara Rp 195,8 miliar.

Penggelapan dan mark up banyak digunakan untuk menyelewengkan DAK pendidikan dan dana BOS.

Modus yang terungkap baru-baru ini adalah penyuapan dan penyalahgunaan wewenang terkait dengan perencanaan pendidikan. Modus ini terjadi dalam perencanaan dan penganggaran pengadaan beberapa laboratorium di PT yang dilakukan anggota DPR (AS).

Modus ini bisa dikatakan sebagai kejahatan terorganisasi oleh pejabat yang memiliki kewenangan dalam perencanaan dan penganggaran di sektor pendidikan. Pejabat ini biasanya ada di Kemdikbud, Kementerian Keuangan, dan DPR atau pemda.

Dinas pendidikan merupakan lembaga yang paling banyak melakukan korupsi dana pendidikan. Dalam satu dasawarsa terakhir lembaga ini telah melakukan paling sedikit 151 praktik korupsi dengan kerugian negara Rp 356,5 miliar.

Yang menarik, perguruan tinggi juga menjadi pelaku korupsi dengan kerugian negara yang besar. PT telah menyelewengkan keuangan negara Rp 217,1 miliar pada 30 praktik korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com