JAKARTA, KOMPAS — Jumat (1/11) siang ini, Mahkamah Konstitusi akan menggelar pemilihan Ketua MK yang akan menjabat selama tiga tahun ke depan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua hakim konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat, akan meramaikan kontestasi. Sementara itu, Patrialis Akbar, yang semula disebut-sebut akan maju, telah menegaskan kepada Kompas tidak akan bersaing dengan hakim lain untuk memperebutkan kursi ketua.
Pemilihan ini akan dilakukan setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili perkara dugaan pelanggaran etik Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar mengumumkan putusannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyarankan agar pemilihan Ketua MK ditunda. Ini mengingat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013, yang seharusnya digunakan sebagai pedoman penggantian Ketua MK, belum disetujui DPR.
Politikus Partai Amanat Nasional itu berpendapat, perppu tersebut merupakan pedoman untuk mengisi kekosongan kekuasaan Ketua MK setelah penangkapan Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara perppu itu sama sekali belum dibahas DPR.
”Itu artinya, pedoman terbarunya belum ada. Karena itu, sebaiknya pemilihan Ketua MK ditunda dulu, sambil menunggu pembahasan perppu di DPR,” ujarnya.
Namun, sampai saat ini, DPR belum menerima Perppu tentang MK yang dikeluarkan pemerintah. Padahal, DPR berharap perppu itu sudah diterima DPR sebelum Masa Persidangan I Tahun Sidang 2013-2014 berakhir. Dengan demikian, DPR bisa langsung membahas Perppu MK.
”Sekarang, kan, sudah reses, tidak mungkin membahas. Pembahasan, paling mungkin, baru dilakukan pertengahan November,” katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Perppu MK ini pada 17 Oktober, menyusul penangkapan Akil Mochtar karena dugaan korupsi.
MK tak acuh perppu
Sejauh ini, MK memang belum menjadikan Perppu No 1/2013 sebagai acuan. Perppu itu, misalnya, memerintahkan MK membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi bersama Komisi Yudisial (KY).
Namun, MK malah membentuk Dewan Etik, pengawas internal yang berfungsi mencegah pelanggaran etik oleh hakim konstitusi.
Rabu (30/10), MK sudah menunjuk panitia seleksi untuk mencari anggota Dewan Etik. Mereka adalah Laica Marzuki, Azyumardi Azra, dan Saldi Isra. Panitia seleksi memiliki masa kerja selama 30 hari untuk mencari orang atau tokoh yang dianggap layak mengawasi dan menjadi tempat konsultasi para negarawan penjaga konstitusi.
KY mempertanyakan keseriusan MK untuk melaksanakan amanat Perppu No 1/2013. Menurut Ketua KY Suparman Marzuki, pihaknya baru akan memulai pembicaraan dengan MK soal tindak lanjut Perppu No 1/2013 pada minggu depan.
Manuver politik
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fajrul Falaakh, menilai pembentukan Dewan Etik oleh MK itu sebagai manuver politik yang tidak cantik. ”Kalau mau main cantik, MK bisa saja pura-pura ajak KY,” ujarnya.
Fajrul meminta ketiga tokoh itu tidak mengikuti permainan MK tersebut. Panitia seleksi juga jangan bekerja dahulu sebelum nasib Perppu MK jelas.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengharapkan langkah MK juga tidak memicu persoalan baru. Dia berharap MK menjadikan Perppu No 1/2013 sebagai acuan. ”Jangan ada langkah-langkah MK yang justru melemahkan Perppu MK,” kata Amir.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra menyatakan siap menjadi panitia seleksi anggota Dewan Etik MK. Demikian juga dengan Laica Marzuki. Sebagai panitia seleksi, mereka akan berupaya memilih anggota Dewan Etik yang mampu memulihkan marwah dan martabat MK di kalbu pencari keadilan di negeri ini. (ANA/RYO/EKI/NTA/IAM/OSA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.