Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keponakan Hotma Didakwa Suap Pegawai MA Rp 150 Juta

Kompas.com - 10/10/2013, 19:45 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara Mario Cornelio Bernardo didakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, memberi, atau menjanjikan sesuatu berupa uang tunai Rp 150 juta kepada Staf Kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA), Suprapto, melalui Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Djodi Supratman. Uang itu disebut untuk mengurus perkara Hutomo Wijaya Ongowarsito yang masuk di tingkat kasasi.

Berkas dakwaan keponakan pengacara Hotma Sitompoel itu dibacakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

"Terdakwa menelepon Djodi menyampaikan permintaan kliennya sebagai pelapor yang menginginkan agar Hutomo dihukum penjara. Sebagai imbalannya, Koestanto Hariyadi Widjaja dan Sasan Widjaja melalui terdakwa bersedia memberikan sejumlah uang," kata Jaksa Kemas Abdul Roni.

Klien Mario, yakni Koestanto dan Sasan, merupakan pihak yang melaporkan Hutomo ke Polda Metro Jaya atas kasus penipuan dalam pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Kampar Riau. Hutomo dibebaskan dari segala tuntutan hukum (onslag) pada 19 November 2012.

Atas telepon Mario, Djodi menanggapi dan mengatakan bahwa kasus Hutomo kasasinya ditangani oleh Majelis Hakim Gayus Lumbun, Andi Abu Ayyub Saleh, dan Zaharuddin Utama. Setelah itu Djodi menemui Suprapto di kantor MA dan menyampaikan ada permintaan dari Mario yang meminta agar putusan kasasinya adalah Hutomo dihukum.

"Selanjutnya terjadi kesepakatan antara terdakwa melalui Djodi dengan Suprapto bahwa dana untuk pengurusan perkara Hutomo agar dijatuhi pidana sesuai memori kasasi penuntut umum, akan disediakan dana Rp 200 juta," kata Jaksa Roni.

Mario kemudian meminta fee sebagai pengacara sebesar Rp 1 miliar kepada kliennya yaitu Koestanto dan Sasan. Setelah itu Mario menyerahkan memori kasasi jaksa penuntut umum tertanggal 13 Desember 2012 kepada Djodi di kantor hukum Hotma Sitompoel and Associates, Jakarta.

Pada 2 Juli 2013 Djodi menyerahkan memori kasasi itu kepada Suprapto. Suprapto lalu menyanggupi membantu mengurus perkara Hutomo agar diputus sesuai dengan kasasi dari JPU. Namun, Suprapto meminta dana tambahan Rp 300 juta. Mario menyanggupi permintaan Suprapto. Djodi pada 5 Juli 2013 menagih uang tersebut sebesar Rp 50 juta.

"Djodi menghubungi terdakwa melalui SMS yang berisi 'Sore, Pak bagaimana kalau obat yang 50 butir dikirim besok hari Sabtu karena Senin mau saya kasih ke pembuat resepnya'. Terdakwa menyetujuinya," ujar Jaksa Rusdi Amin.

Uang itu akhirnya diserahkan oleh Deden, orang suruhan Mario, pada 8 Juli 2013 di Bank Artha Graha, Menteng, Jakarta Pusat. Selanjutnya, uang diserahkan secara bertahap. Penyerahan kedua dan ketiga pada 24 dan 25 Juli 2013 dilakukan di Kantor Hukum Hotma Sitompoel and Associates.

Pada penyerahan ketiga, Djodi ditangkap oleh KPK dalam perjalanan pulang ke Gedung MA. Pada Djodi, KPK menemukan uang Rp 29 juta dan Rp 50 juta. KPK kemudian menangkap Mario di kantornya.

Mario dianggap melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Atas dakwaan ini, tim kuasa hukum Mario langsung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi. Dalam eksepsinya, Mario melalui kuasa hukumnya mengaku tidak kenal dengan Suprapto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com