Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dituntut Minta Maaf pada Korban 65

Kompas.com - 23/07/2012, 19:28 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia dituntut oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) untuk meminta maaf kepada korban 65 dan keluarganya atas dasar kejahatan HAM yang terjadi di masa lalu. Permintaan maaf tersebut harus segera dilakukan mengingat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan pernyataan, bahwa tragedi kemanusiaan yang terjadi tahun 1965 hingga sesudahnya termasuk pelanggaran HAM berat.

"Pemerintah harus meminta maaf kepada para korban 65 dan keluarganya atas kejahatan HAM yang dilakukan atas komando Soeharto sebagai komandan Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Peristiwa 65 dan sesudahnya termasuk pelanggaran HAM berat karena memakan korban hingga tiga juta orang yang dituduh PKI atau simpatisannya padahal mayoritas korban itu dibawa ke pengadilan saja nggak," kata Bedjo Untung, Ketua YPKP 65 di Komnas HAM, Senin (23/07/2012).

Ia mengaku, dirinya turut menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak boleh diam saja menanggapi tuntutan YPKP. Permintaan maaf tersebut, menurut Bendjo, harus tertuang dalam keputusan Presiden dan ditindaklanjuti ke dalam proses rehabilitasi, reparasi, dan kompensasi untuk korban.

Bedjo menambahkan, apabila kepastian hukum berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka YPKP akan membawa rekomendasi dari Komnas HAM yang menghendaki Kejaksaan Agung harus melakukan penyelidikan Pro Yustisia agar kepastian hukum berjalan baik ke saluran hukum internasional. Hal tersebut pada nantinya, jika dibawa ke ranah hukum internasional, akan menempatkan Indonesia pada bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut.

"Jika pemerintahan SBY tidak sungguh-sungguh beritikad baik menyelesaikan permasalahan yang menyangkut tragedi 65, maka akan kami bawa persoalan ini ke dunia internasional agar publik internasional dapat menilai, bahwa betapa buruknya pemerintahan SBY dalam hal penegakan keadilan dan kemanusiaan," tambahnya. 

Bedjo turut mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan Pro Yustisia terhadap institusi militer, terutama Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Kopkamtib dinilai terlibat langsung dalam pembunuhan, pemerkosaan, penghilangan secara paksa, perbudakan, dan kejahatan kemanusiaan lainnya yang ditujukan khusus kepada pihak sipil, militer, maupun polisi yang dituduhkan PKI (Partai Komunis Indonesia) maupun simpatisannya.

Tuduhan dari Kopkamtib tersebut, lanjut Bedjo, menurutnya tidak berdasar karena yang ditangkap oleh Kopkamtib pada masa 65 dan sesudahnya tidak pernah diadili ke pengadilan.

"Saya dulu ditangkap oleh Kopkamtib karena tergabung dalam organisasi pemuda revolusioner yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan komunisme atau PKI. Justru organisasi pemuda saya itu Soekarnois, tapi saya tetap saja ditangkap tanpa ada pengadilan dan pembersihan nama baik, karena status saya masih Eks Tapol. Kejaksaan Agung harus secepatnya melakukan penyelidikan, karena yang senasib dengan saya banyak dan mungkin lebih buruk keadaannya sekarang karena diskriminasi masyarakat terhadap kami (korban 65) dalam berbagai bidang," tuturnya.

Bedjo menambahkan, bahwa rekokendasi dari Komnas HAM patut untuk ditindaklanjuti pemerintah agar peristiwa 65 tidak terjadi di masa yang akan datang. Peristiwa 65 dengan korban mencapai hingga 500.000-3000.000 harus segera ditanggapi oleh pemerintah agar diskriminasi terhadap korban tidak terus berjalan.

Selain itu, pembersihan nama baik korban juga harus secepatnya ditanggapi dan menyeret para pelaku yang masih hidup atau sudah meninggal dalam peradilan in absentia secepatnya dilangsungkan agar titik terang dari sesungguhnya yang terjadi pada 1965 dapat diketahui publik. Pembodohan melalui propaganda yang disiarkan oleh rezim Soeharto, menurut Bedjo, justru bertolakbelakang dengan yang sebenarnya terjadi pada saat itu. Hal tersebut sudah menjadi tugas pemerintahan SBY-Boediono untuk mendudukkannya pada porsi kemanusiaan dan kebenaran yang semestinya berada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Nasional
TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

Nasional
Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Nasional
Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Nasional
BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

Nasional
Kemenpan-RB Harapkan Pendaftaran CASN Segera Dibuka, Instansi Diminta Kebut Isi Rincian Formasi

Kemenpan-RB Harapkan Pendaftaran CASN Segera Dibuka, Instansi Diminta Kebut Isi Rincian Formasi

Nasional
Pimpinan MPR Minta Pemerintah Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pimpinan MPR Minta Pemerintah Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Nasional
Hakim MK Ceramahi Kuasa Hukum Partai Aceh karena Telat Revisi Permohonan

Hakim MK Ceramahi Kuasa Hukum Partai Aceh karena Telat Revisi Permohonan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com