Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlukah UU KPK Direvisi?

Kompas.com - 07/03/2012, 09:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai negara mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini. Tak sedikit yang mengamati kerja KPK, termasuk mempelajari atau bahkan mengadopsi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Kepala Bagian Media dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, UU KPK telah dipelajari oleh Malaysia, Korea, Timor Leste, Thailand, Brunei, Afganistan, Yaman, Pakistan, Bhutan, Mogolia, dan negara lainnya.

Namun, apresiasi itu rupanya tidak cukup buat Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang menyusun UU KPK bersama berbagai pihak. Komisi III ingin merombak UU KPK dengan mengacu pada negara lain.

Sebanyak 10 anggota Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin telah bertolak ke Perancis akhir pekan lalu. Rencananya, rombongan kedua berjumlah 10 orang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy akan ke China atau Australia bulan April 2012. Belum ada kepastian informasi soal tujuan kunjungan kerja rombongan kedua. ”Sesuai ketentuan tata cara pembentukan UU, kunjungan kerja dilakukan saat DPR menyiapkan RUU,” ujar Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, di Jakarta, Selasa (6/3/2012).

Menurut Benny, kunjungan kerja ini bertujuan untuk mencari masukan seperti apa tugas komisi independen. Bisakah KPK mengumumkan tersangka atau saksi ke media, dan apakah berita acara pemeriksaan dapat diumumkan? Bagaimana perlindungan terhadap hak-hak keluarga tersangka juga jadi harapan DPR.

Komisi III ingin mengadopsi standar internasional dalam pemberantasan korupsi. Dalam hukum internasional, korupsi disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Adapun Indonesia menamakan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

Revisi

Pertanyaannya, perlukah UU KPK direvisi? "Ironis. Banyak negara belajar ke KPK, UU KPK malah direvisi," kata Donal Fariz, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ketika dihubungi, Rabu (7/3/2012).

Donal mengatakan, ICW menolak DPR merevisi UU KPK. Pasalnya, kata dia, banyak politisi di DPR yang terseret kasus korupsi. Dengan demikian, diyakini revisi itu bukan untuk memperkuat KPK, namun sebaliknya.

"Motivasi mereka bukan untuk memperkuat KPK, tapi melemahkan. Parpol mana yang tidak terancam oleh KPK? Jawabannya semua terancam. Politisi terancam," kata Donal.

Donal mengkhawatirkan adanya pemangkasan kewenangan yang dimiliki KPK agar tidak lagi menjadi ancaman. Saat ini, ada 10 isu krusial yang akan dibahas untuk merevisi UU KPK. Di antaranya yakni perihal penyadapan dan pelarangan penghentian penyidikan (SP3).

"Dari segi undang-undang sudah kuat. Tinggal praktiknya diperkuat seperti koordinasi dan supervisi dengan institusi penegak hukum lain yang belum solid. Jangan otak-atik undang-undang untuk menghilangkan kewenangan KPK," ujar Donal.

Kunker habiskan dana besar

Studi banding ke dua negara itu tentu menelan dana yang tidak sedikit. Uchok Sky Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA mengatakan, biaya kunker ke Perancis untuk satu anggota Dewan menelan dana hingga Rp 61 juta per minggu. Adapun ke China menelan dana hingga Rp 49 juta per orang selama seminggu.

Perhitungan dana itu, kata Uchok, didapat berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK 02/2011 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2012 .

"Keberangkatan mereka ke luar negeri hanya pelesiran saja karena mereka bukan membuat RUU menjadi UU. Kalau hanya revisi UU, tidak perlu ke luar negeri. Cukup evaluasi kinerja KPK yang selama ini banyak hambatan karena tekanan elite politik sendiri, termasuk oleh DPR," kata Uchok.

"Kunjungan ke luar negeri selama ini hanya tradisi kuno yang berasal dari tradisi Orde Baru. DPR saat itu tidak tahu menggunakan teknologi. Seharusnya, studi banding pakai IT, murah dan cerdas, tidak menghambur-hamburkan devisa negara," pungkas Uchok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Nasional
    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Nasional
    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Nasional
    DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

    DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

    Nasional
    Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

    Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

    Nasional
    Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

    Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

    Nasional
    BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

    BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

    Nasional
    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

    Nasional
    Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

    Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

    Nasional
    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Nasional
    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    Nasional
    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Nasional
    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Nasional
     Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Nasional
    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com