JAKARTA, KOMPAS.com - Advokat Todung Mulya Lubis mengatakan, upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas tindak pidana korupsi telah terjadi beberapa kali.
Saat ini, pelemahan KPK datang melalui rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tantang KPK.
"Kami melihat bahwa revisi itu potensial untuk melemahkan KPK, akan membuat KPK mandul, KPK tidak efektif dalam memberantas korupsi yang masih menjadi penyakit utama kita sebagai bangsa," kata Todung di gedung KPK, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Todung menuturkan, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia belum mengalami perbaikan yang signifikan. Tahun 2016, Indonesia mendapat skor 37 (dalam rentang 1-100) yang menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-90 dari 176 negara.
(Baca: Istana: Harusnya DPR Paham, Presiden Tak Lihat Urgensi Revisi UU KPK)
Menurut Todung, revisi UU 30/2002 dimungkinkan bila Indeks Persepsi Korupsi Indonesia telah memiliki skor di atas 50. Sejauh memiliki niatan untuk menyempurnakan beberapa proses hukum di KPK.
"Tapi masih di bawah 50 dan maaih banyak kasus korupsi seperti mega korupsi e-KTP. Menurut saya tidak tepat itu dilakukan. Ini jadi langkah mundur sebagai bangsa kalau dilakukan," ucap Todung.
Selain itu, Todung mengatakan terungkapnya dugaan korupsi e-KTP membuktikan bahwa korupsi merupakan tindak pidana multi sektor.
(Baca: Fadli Zon: Presiden yang Menyarankan Sosialisasi Revisi UU KPK)
"Multi fraksi, multi partai, jadi multi aliran. Jadi menurut saya ini betul-betul kita berada dalam krisis. Dan kita nggak boleh berhenti untuk memperkuat KPK," ujar Todung.
Rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi kembali bergulir melalui usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Keahlian DPR telah melakukan sosialisasi di Universitas Andalas dan Universitas Nasional.
Dua Universitas lain menyusul pada 23 Maret 2017, yakni Universitas Gadjah Mada, dilanjutkan sosialisasi ke Universitas Sumatera Utara. Saat ini, kelanjutan rencana revisi UU 30/2002 berada di tangan Presiden Joko Widodo. Namun, Jokowi belum memberikan sikap.