JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat bermutu dan kuat di era kepemimpinan Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD.
Hal itu disinggungnya menyusul kasus dugaan suap yang menyeret nama Hakim Konstitusi Patrialis Akbar sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal, pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK menyebutkan bahwa hakim konstitusi harus memenuhi syarat integritas, kepribadian yang tidak tercela, adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
"Ini syarat kumulatif yang tidak bisa ditawar," kata Suparman dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Menurutnya, atmosfer akademik pada era Jimly dan Mahfud masih sangat kuat. Para hakim juga dituntut untuk menulis buku.
"Putusan MK era Jimly dan Mahfud sangat bermutu, kuat, dengan jurnal-jurnal mutakhir," kata dia.
"Berbeda jauh dengan putusan-putusan MK setelah itu. Tipis. Kadang hanya dua-tiga halaman. Normatif. Kita tidak bisa mengambil pelajaran hukum dari situ," sambungnya.
Kompetensi hakim konstitusi menurutnya menjadi hal penting di samping mengedepankan integritas.
Hal ini, kata Suparman, harus dibenahi saat MK tengah berada pada momentum yang tepat untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh.
Langkah internal menurutnya perlu diambil. Salah satunya dengan membentuk tim crisis center yang diisi oleh unsur internal dan eksternal MK.
"Harusnya bentuk tim crisis center untuk membenahi internal yang diisi oleh orang-orang kompeten, punya integritas, dari luar dan dalam, untuk membenahi MK," ucapnya.