Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Dinasti Politik Cenderung Korup

Kompas.com - 04/01/2017, 11:46 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi menilai, dinasti politik rentan menciptakan sifat koruptif kepala daerah.

Kekuatan besar yang dimiliki kepala daerah, kerap kali digunakan untuk melanggengkan kekuasaan.

“Dinasti politik membuat kekayaan dimonopoli oleh sedikit elite yang (ingin) menguasai sumber kekayaan untuk kepentingan pribadi,” kata Pangi dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2017).

Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi menjaring Bupati Klaten, Sri Hartini, dalam operasi tangkap tangan.

Sri Hartini yang terpilih dalam melalui proses pilkada serentak 2015 itu, diduga menerima suap terkait mutasi jabatan di Pemkab Klaten.

Belakangan diketahui, mantan politisi PDI Perjuangan itu merupakan bagian dari dinasti politik.

“Dalam pendekatan teoritis bahwa dinasti cenderung korup terkonfirmasi lewat diktum Lord Acton yang mengatakan ‘power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely’ rupanya masih relevan sampai hari ini,” ujar Pangi.

“Kekuasaan yang mutlak menjadikan seseorang berbuat korupsi, inilah fakta yang terjadi sekarang kecenderungan dinasti politik korup,” lanjut dia.

Sri Hartini, seperti dikutip dari BBC, merupakan istri dari mendiang Haryanto Wibowo, yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Klaten pada periode 2000-2005.

Sri Hartini juga diketahui pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten periode 2005-2010 dan 2010-2015, bersama Sunarna.

Adapun Sunarna, merupakan suami dari Sri Mulyani, yang tak lain Wakil Bupati Klaten saat ini.

Bersama Sri Hartini, Sri Mulyani menjabat sebagai pasangan kepala daerah Klaten 2016-2021 mendatang.

Pangi menambahkan, masih adanya praktik dinasti politik tentu akan membahayakan bagi pelaksanaan sistem demokrasi.

Selain regenerasi pemimpin yang tidak berjalan maksimal, persoalan hukum pun juga akan membayangi proses kepemimpinan daerah tersebut.

(Baca: Bupati Klaten dan Penyuapnya Ditahan KPK)

“Dinasti pokitik bisa disebut anak haram demokrasi, karena tidak terjadi pergantian dan sirkulasi elite secara regulur, bukan kekuarga itu itu dan berputar di situ saja,” ujarnya.

“Keluarga politik dinasti cenderung dan sangat rentan praktik penyimpangan yang menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di Indonesia, praktik politik dinasti merupakan anomali dalam demokrasi dibangun untuk mempertahankan dan mengendalikan kekuasaan secara penuh hingga lepas dari kontrol,” tandasnya.

Kompas TV Minimnya Dinasti Politik di Daerah Munculkan Calon Pemimpin Muda

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com