JAKARTA, KOMPAS.com - Penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) oleh Presiden Joko Widodo mengingatkan publik pada rangkaian cerita gagalnya mantan Kapolda Bali itu jadi Kepala Polri.
Dimulai pada 9 Januari, Presiden Jokowi berkirim surat pengajuan Budi sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman kepada DPR RI.
Namun, proses pengajuan itu tidak mulus.
Pada 13 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipunggawai di antaranya oleh Abraham Samad dan Bambang Widjojanto mengumumkan bahwa Budi Gunawan jadi tersangka kasus gratifikasi.
(Baca: KPK Tetapkan Calon Kapolri Budi Gunawan sebagai Tersangka)
Status hukum Budi Gunawan itu kemudian berbuntut pada serangkaian peristiwa yang menghiasi dunia politik dan hukum di Tanah Air.
Pertama, Budi batal menjadi Kapolri. Presiden lebih memilih menunjuk Komjen (Pol) Badrodin Haiti yang saat itu menjabat sebagai Wakapolri sebagai Kapolri.
Kedua, hubungan institusi Polri dan KPK memanas untuk yang ketiga kalinya semenjak KPK dibentuk tahun 2003.
Pada 23 Januari 2015, penyidik Bareskrim menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atas perkara memerintahkan orang untuk memberikan kesaksian palsu di muka sidang.
Setelah itu, berturut-turut penyidik Bareskrim Polri di bawah komando Komjen (Pol) Budi Waseso menyidik sejumlah perkara yang melibatkan pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja.
Berkaca dari pengalaman itu, lantas muluskan jalan Budi, kali ini?
Pengamat politik LIPI Siti Zuhro berpendapat, jalan Budi untuk sampai ke posisi Kepala BIN tidak akan sama seperti saat Budi ditunjuk menjadi Kapolri.
Jalan Budi kali ini diprediksi akan lebih mulus dibandingkan sebelumnya.
(Baca: Batal Jadi Kapolri, Budi Gunawan Diminta Tetap Berkontribusi untuk Polri)
"Menurut saya relatif mulus. Ada beberapa bahan pertimbangan yang mendasari itu," ujar Siti melalui sambungan telpon kepada Kompas.com, Jumat (2/9/2016) siang.