JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan tidak memerlukan petugas tambahan untuk melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk wilayah yang mengalami penggusuran seperti di Jakarta.
"Jumlah pemilih kan tidak berubah, hanya berpindah tempat. Jadi tidak berkaitan dengan penambahan verifikator," kata Arief di kantor KPU, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Menurut Arief, perpindahan penduduk akibat penggusuran itu akan membuat petugas bekerja ekstra. Pasalnya, petugas coklit harus mencocokan kembali data penduduk yang telah berpindah dengan tempat hunian sebelumnya.
"Karena basis pembuatan TPS (tempat pemungutan suara) itu pada domisili. Jangan sampai ada kesalahan, misal domisili pindah tapi TPS di tempat lama. Tapi kalau soal mereka merasa kesulitan, dalam bayangan saya sih tidak. Butuh kecermatan lagi, iya," ucap Arief.
(Baca: Penghuni Apartemen dan Korban Gusuran Jadi Persoalan KPU DKI Susun DPT)
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno sebelumnya meminta Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tidak melakukan penggusuran selama proses pendataan pemilih pada Pilkada 2017, namun permintaan tersebut ditolak Ahok.
Sumarno menduga adanya masalah dalam akurasi data pemilih. KPU DKI Jakarta berencana akan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta untuk meminimalisir potensi warga kehilangan suara.
KPU Jakarta telah membuka tahapan pilkada sejak 3 Agustus 2016 dengan membuka pendaftaran bagi calon perorangan. Kemudian, pendaftaran pasangan calon dari partai politik pada 21 September hingga 23 September 2016.
Untuk masa kampanye calon, KPU memilih tanggal 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017. Empat hari berselang, 15 Februari 2017, warga ibu kota akan menentukan pilihan calon pemimpin mereka untuk lima tahun ke depan.