Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

”Anker” yang Kangen Kereta Komuter

Kompas.com - 22/08/2016, 18:33 WIB

”Obral soal moral, omong keadilan, sarapan pagiku. Aksi tipu-tipu, lobi dan upeti, woo jagonya. Maling kelas teri, bandit kelas coro, itu kantong sampah. Siapa yang mau berguru, datang padaku, sebut tiga kali namaku. Bento…bento...bento…asik.”

Lantunan lagu ”Bento” karya Iwan Fals itu dinyanyikan Alexander Marwata dengan penuh semangat, Jumat (19/8) malam. Tidak sekadar menyanyi, Marwata juga bergoyang lepas, menyesuaikan dengan irama lagu itu.

Marwata malam itu menyumbang dua lagu, ”Bento” dan ”Karmila”, menghibur peserta acara pertemuan antara wartawan peliput KPK dan pimpinan KPK di bumi perkemahan Tanakita, Sukabumi, Jawa Barat.

Selain Marwata, acara itu juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo serta Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berhalangan hadir karena menjadi pembicara kunci dalam APEC Anti Corruption Summit di Lima, Peru.

Mengenakan celana jins, baju kaus berbalut jaket kulit dan topi putih, Marwata seolah tampil sebagai sosok berbeda dari kesehariannya sebagai wakil ketua KPK. Dalam berbagai kegiatan KPK, Marwata biasanya berpembawaan anteng dan irit berbicara.

Kebiasaan berubah

Lima pimpinan KPK periode 2015-2019 sudah delapan bulan menjadi nakhoda institusi anti rasuah itu. Bekerja sebagai nakhoda di lembaga yang menjadi simbol sekaligus soko guru pemberantasan korupsi di Indonesia membuat lampu sorot mengarah ke mereka.

Akibatnya, ada kebiasaan-kebiasaan yang kini harus mereka korbankan karena alasan keamanan atau etika.

Bagi Marwata, tak sulit menyesuaikan diri dengan ritme dan tuntutan pekerjaan sebagai pimpinan KPK. Namun, bagi mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu, hal yang paling sulit justru saat beralih moda transportasi.

Marwata mengaku sudah hampir 20 tahun menjadi ”anker” alias anak kereta, pengguna moda transportasi kereta api.

Saat masih menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta 2012-2015, ia menaiki kereta komuter dari Stasiun Jurangmangu, tak jauh dari rumahnya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, menuju Stasiun Tanah Abang.

Dari Stasiun Tanah Abang, ia kemudian pindah kereta menuju Stasiun Dukuh Atas (kini Sudirman). Saat itu, Pengadilan Tipikor masih berada di kawasan Kuningan.

”Penyesuaian paling sulit itu harus berangkat naik mobil. Bagi saya, itu malah lebih berat dari pekerjaan itu (pimpinan KPK) sendiri,” kata Marwata.

Marwata mengaku tak boleh naik kereta komuter menuju gedung KPK di Kuningan. Ia sempat ”membujuk” ajudannya untuk sama-sama naik kereta komuter guna menghindari kemacetan lalu lintas. Namun, dengan alasan keamanan, permintaan itu tak bisa dikabulkan.

”Macetnya itu bikin saya bludreg (tekanan darah tinggi). Stres saya. Itu yang paling berat,” kata Marwata sambil tertawa lepas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com