JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid mengatakan, langkah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk terlibat dalam mengusut kewarganegaraan mantan Menreri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar agak terlambat. BIN seharusnya terlibat lebih awal sebelum kejadian tersebut mengemuka ke publik.
"Kemarin ada kasus Arcandra yang harusnya tidak boleh luput dari pengawasan BIN," kata Meutya di Komplks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Meutya mengibaratkan BIN seperti panca indera Indonesia. Telinga dan mata untuk mengetahui gejala-gejala yang mengancam keamanan negara dan perlu diwaspadai.
Ke depannya, kata dia, Presiden Joko Widodo harus lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam mendalami latar belakang seseorang, terutama yang akan ditunjuknya menjadi menteri.
(Baca: Arcandra Tahar: Saya Bukan Malaikat...)
Namun, ia menganggap presiden juga tak bisa disalahkan sebab ada pihak yang mengajukan nama Arcandra kepada Presiden.
Setelah polemik soal dwi kewarganegaraan Arcandra mencuat, Meutya menganggap Presiden Jokowi sudah mengambil langkah yang tepat. Namun, pekerjaan rumah selanjutnya yang harus segera dilakukan adalah dengan memilih Menteri ESDM definitif.
"Saya rasa tinggal mencari menteri yang pas. Semoga presiden ekstra hati-hati," tutup Politisi Partai Golkar itu.
Presiden Joko Widodo akhirnya memberhentikan dengan hormat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, Senin (15/8/2016) malam. Pencopotan ini menyusul isu dwi-kewarganegaraan yang dimiliki Arcandra. Sebagai pengganti, Presiden Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman sampai ada menteri ESDM definitif.