Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Nilai Perlu Ada Reformasi Kelembagaan di Lembaga Peradilan

Kompas.com - 01/07/2016, 16:01 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan, Indonesia sebagai negara hukum perlu melakukan pembaruan dari segi institusi dan alat penegakan hukum. Ini termasuk memperbaiki sikap dari aparatur lembaga peradilan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ade menyusul langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kembali menangkap tangan oknum lembaga peradilan, yaitu panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Masyarakat memerlukan kepastian dalam penegakan hukum. Karena itu, ada gagasan reformasi kelembagaan dari sistem hukum, saya sangat setuju," tutur Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/7/2016).

Adapun mengenai peraturan sistem peradilan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, saat ini tengah dibahas di DPR.

Reformasi perundang-undangan, lanjut dia, menunjukkan bahwa Indonesia tengah bergerak menuju reformasi hukum yang sebenarnya.

"Secara keseluruhan kita harus melakukan reformasi kelembagaan," kata politisi Partai Golkar itu.

Kemarin, KPK menangkap panitera PN Jakarta Pusat, Santoso, yang diduga menerima suap terkait kasus perdata. Namun, KPK belum memberikan keterangan rinci soal kasus yang menjerat Santoso.

(Baca: Lagi, KPK Tangkap Panitera PN Jakarta Pusat)

Sebelumnya, pada 20 April lalu, KPK menangkap Edy Nasution, panitera PN Jakarta Pusat, terkait suap pengurusan sengketa perdata anak perusahaan Grup Lippo.

Selanjutnya, KPK juga menangkap panitera PN Kepahiang Bengkulu bernama Badarudin pada pertengahan Mei lalu. Ia ditangkap bersama Kepala PN Kepahiang Janner Purba dan hakim ad hoc tipikor, Tonton.

Ketiganya diduga menerima suap dari pihak berperkara terkait vonis putusan dugaan korupsi RSUD M Yunus yang disidangkan.

Berikutnya, pada 16 Juni lalu, giliran KPK menangkap Rohadi, panitera pengganti di PN Jakarta Utara. Rohadi ditangkap terkait kasus suap dalam vonis perkara yang menjerat artis Saiful Jamil.

(Baca: Pengacara Saipul Jamil: Uang ke Panitera PN Jakut Bukan Suap, melainkan Gratifikasi)

Kompas TV KPK Tangkap Panitera Pengganti PN Jakpus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com