Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenlu dan TNI Masih Dalami Kabar Penyanderaan Tujuh ABK oleh Abu Sayyaf

Kompas.com - 22/06/2016, 17:56 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri dan Tentara Nasional Indonesia hingga kini masih mendalami kabar penyanderaan terhadap tujuh warga asal Samarinda, Kalimantan Timur, oleh kelompok milisi Abu Sayyaf.

Ketujuh orang tersebut merupakan Anak Buah Kapal (ABK) TB Charles, milik perusahaan pelayaran PT PP Rusianto Bersaudara.

"Dari hasil pengecekan kami ke pihak-pihak yang berkompeten di Indonesia dan Filipina, sejauh ini berita tersebut belum bisa dikonfirmasi kebenarannya," kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu M Iqbal, saat dikonfirmasi, Rabu (22/6/2016).

Kapala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman mengatakan, TNI masih memantau perkembangan terkait kabar penculikan tersebut. Hingga kini, belum dapat dipastikan apakah penculikan itu benar terjadi atau tidak.

"Kita tengah mencari keterangan betul atau tidak. Kita lihat perkemabangan 1-2 jam dulu," kata Tatang.

Sebelumnya, ketujuh orang tersebut dikabarkan disergap dan disandera Abu Sayyaf di perairan Filipina. Salah seorang korban yakni juru mudi kapal yang bernama Ismail diperintahkan untuk menghubungi keluarganya.

Ismail kemudian menghubungi istrinya Dian Megawati. Pada Rabu (22/6/2016), Mega menuturkan, tepat pukul 11.00 WITA hari itu, teleponnya berdering dan terlihat nomor panggilan dari Jakarta.

Ketika diangkat, ternyata suaminya yang menghubungi dengan tergesa-gesa. Ismail memerintahkan Mega untuk mencari wartawan, kepolisian setempat, Pemerintah Indonesia dan pihak PT PP Rusianto Bersaudara.

“Saya dikabari tergesa-gesa, saya kaget tidak sempat tanya apa kabarnya, bagaimana nasibnya. Dia Cuma minta dicarikan wartawan, kepolisian, pemerintah dan perusahaan. Tapi di akhir komunikasi, suami bilang harus disiapkan uang 20 juta ringgit sebagai uang tebusan. Kami sudah ke perusahaan, tapi masih belum ada kejelasan," kata Mega (22/6/2016).

Menurut Mega, ketika mengabari semua pihak, pihak perusahaan kemudian langsung mengecek keberadaan kapal TB Charles. Dari koneksi yang tersambung, posisi kapal sedang berada di perairan Indonesia menuju Kota Tarakan. Namun pada saat menghubungi Mega, terkesan suaminya sedang berada di daratan.

“Kata perusahaan kapal itu baik-baik saja, karena masih berlayar menuju Tarakan. Tapi ketika menelpon, suami saya sedang berada di daratan. Terdengar suara ribut seperti di pasar, dan di belakangnya ada suara-suara berbahasa Inggris yang menyarankan agar uang tebusan segera dikirim,” ungkapnya.

Mega menjelaskan, TB Charles membawa 13 orang ABK. Suaminya mengatakan, pada proses penyanderaan, ke 13 orang tersebut dibagi dua kelompok.

“Yang tujuh orang dibawa oleh militant Abu Sayyaf, sedangkan yang enam orang lainnya tidak tahu ke mana. Kemungkinan besar, keenam itu dikembalikan ke kapal untuk segera melanjutkan perjalanan,” katanya.

Kini, Mega masih terus menunggu kabar dari suaminya dan menantikan kejelasan dari perusahaan.

“Saya enggak tahu lagi harus gimana. Yang penting, mudah-mudahan ini bisa segera ditangani pemerintah Indonesia dan saya berharap suami cepat pulang,” pungkasnya.

Kompas TV Tangis Haru Sambut Kedatangan Korban Sandera
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com