Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Buru Sopir Sekretaris MA

Kompas.com - 17/05/2016, 14:25 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyurati Mahkamah Agung terkait mangkirnya salah satu staf Sekretaris MA, Royani, dalam dua kali panggilan penyidik KPK.

Sebelumnya, muncul dugaan bahwa Royani sengaja disembunyikan agar tidak memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik KPK.

"Kami tidak tahu dia (Royani) disembunyikan apa tidak, tapi yang bersangkutan sedang dicari petugas KPK. Pada saat yang sama, kami akan surati MA agar membantu mendatangkan," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/5/2016).

KPK sudah meminta Royani dicegah berpergian keluar negeri. Royani diduga mengetahui perkara suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diduga melibatkan Sekretaris MA Nurhadi.

(baca: KPK Minta Sopir Sekretaris MA Dicegah ke Luar Negeri)

KPK sebelumnya telah dua kali melayangkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Royani, yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan.

(baca: Pejabat MA yang Jadi Tersangka Kasus Suap Disebut Sebagai Tangan Kanan Nurhadi)

KPK menduga, Royani memiliki keterangan penting yang dibutuhkan penyidik dalam membongkar keterlibatan pejabat MA.

Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, MA mempersilakan KPK untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pegawai MA yang dibutuhkan keterangannya dalam proses hukum.

Menurut Suhadi, MA tidak akan menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK. (baca: Sekretarisnya Dicegah KPK, Ini Tanggapan Mahkamah Agung)

KPK menemukan indikasi adanya hubungan antara Sekretaris Mahakamah Agung Nurhadi dengan perusahaan swasta yang sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Salah satunya, Nurhadi diduga menjalin komunikasi dengan Lippo Group yang sedang berperkara hukum.

Nurhadi juga telah dicegah berpergian ke luar negeri. (baca: Sekretaris MA Nurhadi Dicegah ke Luar Negeri)

Sebelumnya, KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap. Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.

(baca: Tim MA Dalami Dugaan Keterlibatan Nurhadi dalam Kasus Suap PN Jakpus)

Saat dikonfirmasi mengenai salah satu perusahaan yang sedang berperkara, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan adanya indikasi bahwa salah satu perusahaan yang terlibat adalah Lippo Group.

Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta. (baca: KPK Yakin Uang yang Ditemukan di Rumah Sekretaris MA Terkait Perkara Hukum)

Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing.

Kompas TV Siapa Kontrol Hukum Indonesia?- Satu Meja Eps 141 Bagian 2

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com