Namun, Badrodin mengaku belum mengetahui bagaimana senjata-senjata api itu bisa sampai berpindah tangan dari area lapas ke tangan pelaku teror.
"Apa karena kelalaian, kesengajaan, atau kerja sama? Ini dalam pemeriksaan," ujar dia di Kompleks PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (26/1/2016).
"Atau bisa saja karena orang besuk. Masuknya digeledah, tapi keluarnya tidak. Kalau memang betul begini, ya ini merupakan suatu kelemahan," lanjut dia.
Badrodin mengungkapkan, selain diperiksa oleh Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, ada sejumlah sipir yang diperiksa oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Kami belum mendapatkan jelas keterlibatan mereka. Nanti kami akan minta hasilnya juga ke Kemenkumham," ujar Badrodin.
Sebelumnya, Densus 88 menangkap 18 orang pasca-teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari lalu. Dari 18 orang itu, enam orang ditetapkan tersangka karena terkait dengan aksi teror di Thamrin.
Adapun 12 orang lainnya tidak terkait dengan teror di kawasan Thamrin. Namun, mereka ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan sembilan pucuk senjata api. Polisi menduga, senjata-senjata api ini akan digunakan untuk amaliyah (istilah kelompok radikal dalam melakukan aksi teror).
Akan tetapi, Kapolri tidak menyebutkan di mana rencana aksi teror akan dilakukan.
Dari 12 orang tersangka itu, enam orang ditangkap di Bekasi dan Balikpapan dengan inisial HF alias A, SF alias MM, S alias STM, B alias AM, WFB alias E, dan MFS.
Sementara enam orang lainnya, yaitu AP alias A, EBN alias E, Z alias ZN, W alias HN, QM, dan SA alias B, berstatus narapidana. Tersangka berinisial SA adalah narapidana Lapas Nusakambangan, sedangkan lima lainnya narapidana Lapas Tangerang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.