JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum PPP Epyardi Asda mengklaim, kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta telah diakui negara. Ia menganggap, Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya, M Romahurmuziy, telah memutarbalikkan fakta putusan Mahkamah Agung.
"Romahurmuziy itu orangnya suka memutarbalikkan fakta. Dia orangnya buta, tak bisa membaca fakta hukum. Putusan MA itu menguatkan hasil Muktamar Jakarta," kata Epyardi saat dihubungi, Senin (26/10/2015).
Pengakuan negara itu, menurut dia, diberikan ketika partai itu hendak mengusung calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah serentak mendatang.
Tanpa ada persetujuan bersama antara Rommy dan Djan Faridz, maka calon kepala daerah asal PPP tak bisa maju. (Baca: JK Nilai MA Bijaksana dalam Putuskan Sengketa Kepengurusan Golkar dan PPP)
"Artinya, di sana negara telah mengakui Djan Faridz. Karena itu, MA mengabulkan gugatan sepenuhnya yang diajukan Suryadharma yang merupakan Ketua Umum hasil Muktamar Bandung, yang turunannya adalah Muktamar Jakarta Djan Faridz," ujarnya.
Lebih jauh, dalam waktu dekat, kubu Djan Faridz akan kembali mengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan HAM agar mengesahkan kepengurusan mereka. Ia berharap agar Kemenkumham dapat mematuhi putusan MA tersebut.
"Ini (putusan MA) adalah fakta hukum yang harus diterima secara hukum. Kalau Romahur mengatakan seperti itu (ditolak Menkumham), tidak ada gunanya dia berkoar-koar seperti itu," kata dia.
Sebelumnya, Rommy mengatakan, hasil putusan MA adalah mengembalikan kepengurusan Muktamar Bandung 2009. Adapun Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta yang digelar kubu Djan Faridz sama-sama tidak sah. (Baca: Romahurmuziy: PPP Kembali ke Muktamar Bandung 2009)
"Setelah membaca 115 halaman putusan kasasi tersebut, tidak ada bunyi lain dari amar putusan, serta tidak ada kutipan dari Pertimbangan Hukum MA yang menyangkut Muktamar Jakarta atau terkait Putusan Mahkamah Partai," kata Romy dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/10/2015).
Romy mengatakan, putusan MA tersebut mengembalikan putusan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Adapun PTUN membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan Muktamar Surabaya. Sebelum Muktamar Surabaya digelar pada 2014, SK yang sah adalah Muktamar Bandung 2009.
Oleh karena itu, apabila SK Muktamar Surabaya batal, maka secara otomatis yang berlaku adalah SK Muktamar Bandung yang disahkan sebelumnya.
"Muktamar Jakarta yang menghasilkan Djan Faridz-Dimyati pernah mengajukan keabsahan kepengurusan kepada Menkumham tanggal 28 November 2014 dan 16 Maret 2015. Namun, keduanya sudah ditolak oleh Menkumham karena tidak mampu menyajikan bukti yang memadai bahwa muktamarnya memenuhi syarat AD/ART PPP," ucap Romy.
Muktamar Bandung 2009 sendiri menghasilkan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum dan Romy sebagai Sekjen. Namun, Suryadharma kini ditahan KPK karena korupsi penyelenggaraan haji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.