Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Partai atau Rakyat, Presiden Jokowi?

Kompas.com - 12/10/2015, 10:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi membuat Presiden Joko Widodo berada di antara dua pihak yang punya keinginan berbeda.

Jika menolak revisi ini, Jokowi secara tidak langsung telah membuat keputusan yang bertentangan dengan kehendak partainya, PDI Perjuangan. Namun, jika Jokowi menyetujuinya, keputusan tersebut akan bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat.

Rencana revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi pada rapat Badan Legislasi, Selasa (6/10/2015) pekan lalu. Sejauh ini, hanya PDI-P satu-satunya fraksi di DPR yang sudah menentukan sikap resmi untuk mendukung revisi UU KPK ini. Hanya PDI-P pula yang mendukung semua isi draf revisi UU KPK yang diedarkan pada rapat Baleg itu.

Bahkan, Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto menjelaskan, revisi ini datang langsung dari pimpinan partai berlambang banteng itu. Oleh karena itu, semua anggota fraksinya harus patuh dan mendukung penuh revisi ini.

"PDI Perjuangan kan harus tegak lurus. Kalau perintah komandannya, pimpinannya A, maka kita A semua. Kalau B, ya B semua," kata Bambang beberapa waktu lalu.

Namun, saat ditanya apakah pimpinan yang dimaksud adalah Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, Bambang enggan menjawabnya. Dia hanya menegaskan bahwa revisi ini adalah perintah yang datang langsung dari partai.

"Ini perintah partai. Kita sepakat. Kalau A, ya A semua," katanya.

Bambang memang tak mengungkapkan apakah perintah partai ini berlaku juga untuk kader PDI-P di eksekutif. Namun, menarik untuk menunggu reaksi Jokowi atas sikap resmi PDI-P ini.

Penolakan publik

Pada sisi lain, rakyat menentang rencana revisi ini karena dinilai dapat melemahkan, bahkan membunuh KPK yang sudah berdiri sejak 2002. Alasannya, pada draf revisi UU yang ada, diatur bahwa KPK hanya diberi waktu selama 12 tahun setelah revisi UU tersebut diundangkan.

Selain itu, ada pula batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Padahal, selama ini banyak kasus besar yang terungkap dari hasil penyadapan.

KPK juga diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.

Hingga Minggu (11/10/2015) malam, petisi "Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK" yang dibuat oleh Suryo Bagus di change.org sudah ditandatangani oleh lebih dari 40.000 netizen. Penolakan ini tak hanya terjadi di dunia maya.

Sejak revisi ini mencuat pekan lalu, penolakan juga muncul melalui aksi masyarakat. Misalnya, di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, demonstran menggelar aksi peletakan batu pertama museum KPK untuk menyindir upaya pembubaran lembaga antirasuah itu.

Tingkat kepercayaan publik tinggi

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com