JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok Relawan Pro-Jokowi (Projo) mendukung pasal penghinaan terhadap Presiden diatur dalam KUHP. Meski demikian, para relawan berpandangan bahwa pasal tersebut perlu dilengkapi dengan penjelasan agar tidak menghalangi siapa pun untuk berpendapat.
"Kita mendukung pasal itu, tetapi jangan sampai menjadi pasal karet, jangan sampai dipelintir semaunya," ujar Ketua Umum Projo Arie Budi Setiadi di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Menurut Budi, masuknya pasal penghinaan terhadap Presiden dalam rancangan undang-undang KUHP sebenarnya karena ada suatu kebutuhan untuk menjaga martabat seorang kepala negara. (Baca: Yudhoyono Ingatkan Jokowi via Akun Twitter)
Menurut dia, apa yang terjadi selama ini, seperti di media sosial, cenderung sebagai penghinaan ketimbang pernyataan kritik atau pendapat terhadap Presiden.
Meski demikian, menurut Budi, bunyi pasal itu perlu dilengkapi dengan penjelasan. Misalnya, berupa klasifikasi apa saja yang termasuk kritik dan apa yang tergolong sebagai suatu penghinaan. Ia menyarankan agar DPR dapat mengkaji pasal tersebut dengan lebih seksama. (baca: Yasonna: Tanpa Pasal Pelarangan Penghinaan, Kita Bisa Seenak Perut Hina Presiden)
"Kita mengharapkan paling tidak demokrasi ini bukan caci maki dan fitnah. Kita juga mau melindungi demokrasi dan orang-orang yang bersuara kritis harus kita tempatkan secara terhormat. Demokrasi juga perlu kritik, tetapi kalau orang mencaci maki, untuk apa dilindungi?" kata Budi.
Pengajuan pasal tersebut menuai pro dan kontra. Aturan mengenai larangan penghinaan terhadap Presiden sudah diajukan semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan diajukan kembali oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. (Baca: Amir: Masa Presiden Kita Boleh Dihina, tetapi Tak Boleh Hina Kepala Negara Lain?)
Dalam Pasal 263 RUU KUHP ayat 1 yang disiapkan pemerintah disebutkan bahwa "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Dalam ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri". Menurut Presiden Joko Widodo, pasal itu ada untuk melindungi presiden sebagai simbol negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.