Ade menjelaskan, Menteri Yasonna melakukan kesalahan fatal saat mewacanakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa. Menurut Ade, wacana itu akan menguntungkan koruptor dan melemahkan usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Itu jadi blunder Yasonna. Karena melonggarkan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat ini memberi angin segar untuk koruptor dan memberi angin busuk pada kami yang memerangi korupsi," kata Ade.
Kesalahan Yasonna lainnya, kata Ade, adalah ketika muncul usulan agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Menurut dia, usulan Yasonna untuk merevisi UU tersebut patut diduga sebagai usaha melemahkan KPK. Salah satunya melalui pengetatan aturan penyadapan.
"Ini bukan hanya berbeda arus dengan publik, tapi juga bertolak belakang dengan Presiden," ujarnya.
Sementara, Jaksa Agung HM Prasetyo, dinilai Ade, kinerja kejaksaan dalam menangani dugaan kasus korupsi juga belum maksimal. Menurut dia, Kejaksaan Agung lebih banyak menangani kasus-kasus kecil yang potensi kerugian negaranya di bawah Rp 5 miliar.
Ade juga menyinggung rencana Prasetyo membentuk satgas antikorupsi untuk membongkar kasus korupsi berskala besar. Rencana itu dianggapnya hanya gebrakan tanpa realisasi.
"Jaksa Agung, ketika terpilih memang akan ada gebrakan, tapi gebrakannya di awal saja. Kalau cuma kasus kecil, itu bisa ditangani oleh Kejati, enggak perlu bentuk satgas," ungkap Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.