Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengobral Remisi untuk Koruptor

Kompas.com - 15/04/2015, 16:00 WIB


Oleh: Emerson Yuntho

JAKARTA, KOMPAS - Dalam beberapa waktu terakhir, wacana melonggarkan pemberian remisi untuk terpidana perkara korupsi masih menjadi polemik dan perdebatan sejumlah kalangan.

Pemicunya adalah rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly untuk merevisi kebijakan pengetatan pemberian remisi kepada koruptor. Yasonna beralasan, wacana melonggarkan syarat pemberian remisi untuk koruptor merupakan bagian dari upaya memperbaiki sistem peradilan pidana. Menkumham juga berkeras, kebijakan remisi, termasuk untuk terpidana korupsi, akan terus dikaji dengan atau tanpa persetujuan Presiden Joko Widodo.

Pro dan kontra

Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menyebutkan, remisi merupakan hak bagi setiap narapidana. Namun, syarat dan ketentuan pemberian remisi tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini regulasi yang mengatur pemberian remisi untuk koruptor antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 berkaitan dengan Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Berbeda dengan aturan lainnya, PP No 99/2012 lebih memperketat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi, terorisme, narkoba, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Jika terhadap perkara pidana biasa hanya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidana, khusus remisi untuk terpidana korupsi syaratnya diperketat. Terpidana harus penuhi syarat antara lain bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator), dan telah membayar lunas denda serta uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

Ketatnya pemberian remisi untuk koruptor, sebagaimana diatur dalam PP 99/2012, saat ini justru akan direvisi oleh pemerintah. Data Kemenkumham tahun 2013 menyebutkan, terdapat 1.476 narapidana korupsi yang berada di lembaga pemasyarakatan. Dengan mengacu pada aturan remisi yang berlaku saat ini, narapidana korupsi yang tidak berstatus sebagai justice collaborator akan sulit mendapatkan remisi.

Sayangnya, syarat sebagai justice collaborator justru berupaya dikaji ulang oleh pemerintah karena dianggap menghambat seorang koruptor mendapatkan remisi. Kondisi ini kemudian menimbulkan pro dan kontra, sekaligus pertanyaan besar soal komitmen pemerintahan Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

Muncul kekhawatiran adanya muatan atau tekanan politis dibalik rencana ini. Apalagi, melihat latar belakang Yasonna yang berasal dari partai politik (parpol) dan pernah menjadi anggota Komisi Hukum DPR, serta banyaknya politisi yang dijerat oleh aparat penegak hukum.

Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sedikitnya terdapat 22 politisi dan kader dari sejumlah parpol yang divonis pengadilan di atas tiga tahun pada periode 2013-2014, dan saat ini masih mendekam di penjara. Beberapa di antaranya bahkan adalah bekas unsur pimpinan dan atau pengurus parpol yang saat ini masih berkuasa.

Soal remisi untuk koruptor, Jokowi dan Menkumham sebaiknya belajar dari pengalaman pemerintahan sebelumnya. Saat PP No 99/2012 belum diterbitkan, setiap hari raya keagamaan dan kemerdekaan, komitmen anti korupsi pemerintah selalu dipertanyakan dan bahkan dikecam oleh publik hanya karena masih memberikan remisi kepada koruptor.

Enam alasan

Sedikitnya ada enam alasan agar Presiden Jokowi dan khususnya Menkumham membatalkan rencana melonggarkan pemberian remisi untuk koruptor, dengan tetap mempertahankan keberadaan PP No 99/2012.

Pertama, komitmen anti korupsi dalam program Nawacita. Dalam salah satu program Nawacita, Jokowi secara tegas menyebutkan, "Kami berkomitmen untuk membangun politik legislasi yang jelas, terbuka, dan berpihak pada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup, dan reformasi penegak hukum."

Upaya melakukan revisi PP No 99/2012 atau wacana melonggarkan pemberian remisi untuk koruptor justru tidak sejalan dengan program Nawacita karena dinilai lebih berpihak terhadap koruptor daripada upaya pemberantasan korupsi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com